Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Detektor untuk Memantau Kadar Protein dalam Makanan

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Bagi mereka yang sensitif terhadap gluten, jumlah pilihan makanan di toko kini semakin banyak. Tapi tes gluten saat ini tidak menemukan semua zat dalam makanan, sehingga beberapa produk diberi label 'gluten free' padahal sebenarnya tidak.

Saat ini para periset telah mengembangkan detektor gluten yang cepat yang berpotensi mendeteksi dan mengukur berbagai sumber gluten. Sensor ini jauh lebih sensitif dan cepat daripada sensor yang ada di pasaran saat ini.

Gluten merupakan sederet protein yang ditemukan pada tanaman seperti gandum dan jelai. The enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) atau uji immunosorbent enzyme menjadi standar emas untuk mengenali keberadaan kadar protein ini dalam makanan.

Tapi tes tersebut cenderung tidak konsisten, bervariasi oleh pabrikan dan bisa memberikan false negative, yang bisa berakibat pada masalah kesehatan bagi mereka yang sensitif.

Selain itu, metode tes ELISA yang berbeda terkadang diperlukan untuk deteksi secara optimal setiap jenis gluten. Apakah itu barley atau gandum - karena beberapa orang dapat peka terhadap protein dari satu sumber tapi tidak dengan sumber gluten lainnya. Karena keterbatasan ini, para ilmuwan telah mencari metode alternatif, seperti sensor berbasis DNA dan spektrometri massa, untuk melakukan pengujian ini.

Sensor berbasis DNA tidak secara akurat mencerminkan konten gluten, dan spektrometri massa, meski terbilang cukup akurat dan sensitif, namun metode ini memerlukan biaya dan memerlukan keahlian teknis. Oleh karena itu, Kevin D. Dorfman dan sejumlah rekan ilmuannya, diantaranya Scott P. White dan C. Daniel Frisbie ingin mendesain detektor yang lebih komprehensif.

Para peneliti mengembangkan tes imunologis berdasarkan transistor gerbang apung. Tes mereka ada di alat yang mencakup microchannels kecil untuk diambil sampel.

Jika sampel mengandung gluten, zat tersebut dapat mengikat satu dari tiga agen penangkap. Ini bisa merupakan antibodi atau aptamer berbasis DNA, yang secara khusus menempel pada protein gluten dari sumber tertentu.

Pengikatan ini menyebabkan pergeseran tegangan pembacaan transistor dan dapat memberikan sidik jari kimia yang memberitahu periset apakah perekat itu berasal dari jelai atau gandum, misalnya. Dibandingkan dengan ELISA, sensor yang baru dikembangkan menghasilkan hasil 45 menit lebih cepat karena langkah pemrosesan dan sampling otomatis lebih sedikit.

Seperti ELISA, detektor bisa merasakan kurang dari 20 bagian per juta gluten, yang merupakan batas maksimum yang diberikan oleh Administrasi Makanan dan Obat A.S. untuk menetapkan bahwa sebuah bahan makanan di katakan "bebas gluten". nik/berbagai sumber/E-6

Komentar

Komentar
()

Top