Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Destinasi Wisata Vulkanik di "Swiss van Java"

Foto : istimewa

Talaga Bodas

A   A   A   Pengaturan Font

Garut sejak lama dikagumi karena keelokkan pemandangan pegunungan. Kabupaten ini juga memiliki beberapa destinasi wisata dari adanya aktivitas vulkanik.

Kabupaten Garut dikenal memiliki pemandangan yang indah. Bahkan komedian asal Inggris, Charlie Chaplin, bersama istri, pernah dua kali berkunjung yaitu pada 1923 dan 1928. Ia konon sangat menyukai kuliner sate domba.
Garut yang memiliki julukan "Swiss van Java" ini terbentuk karena banyaknya aktivitas vulkanik yang mengelilinginya. Hal itu ditandai dengan banyak gunung berapi, kawah, danau, dan juga mata air panas (hot spring).
Adapun gunung-gunung yang ada di Garut antara lain Gunung Guntur (2.249 mdpl) di barat laut, Gunung Papandayan (2.665 mdpl) yang ada barat daya berbatasan dengan Kabupaten Bandung, Gunung Karacak (1.838 mdpl di sebelah timur, Gunung Cikuray (2.821 mdpl) serta Gunung Talaga Bodas (2.220 mdpl) di sebelah tenggara.
Gunung Talaga Bodas atau disebut dengan Kawah Talaga Bodas, merupakan gunung stratovolcano di bagian selatan Garut. Kawah gunung yang membentuk danau karena terisi air ini seperti halnya Kawah Putih di Kabupaten Bandung. Danau di kawah yang satu ini masih alami, belum dijamah banyak orang.
Talaga Bodas terbentuk dari lava andesit dan piroklastik atau batuan klastik yang terbentuk dari material vulkanik. Di sini juga terdapat fumarol, kolam lumpur, dan mata air panas di sekitar danau kawah. Fumarol adalah lubang pada kerak bumi yang mengeluarkan uap dan gas seperti karbon dioksida, belerang dioksida, asam klorida, dan hidrogen sulfida.
Meski Talaga Bodas berada di ketinggian tersebut, hawa yang cenderung dingin dan wisatawan tidak perlu melakukan pendakian untuk sampai ke lokasi. Kendaraan bisa langsung sampai ke lokasi meski pusat kawahnya berada sekitar 1 kilometer dari tempat parkir.
Kawah lain yang bisa dikunjungi dengan mudah adalah kawah Gunung Papandayan, dengan akses yang mudah. Sebagai kompleks kawah, tempat ini memiliki beberapa beberapa kawah yang tersebar seperti Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Nangklak, dan Kawah Manuk. Kawah-kawah ini terdapat fumarol.
Di kawah Gunung Papandayan terdapat kawasan yang ditumbuhi bunga edelweiss bernama Tegal Alun. "Kebun" bunga itu di sini cukup luas, sehingga pengunjung bisa menikmati keindahan bunga abadi itu dengan berfoto-foto.

Mata Air Panas
Tidak jauh dari Tegal Alun, terdapat pemandian dari mata air panas dengan nama Papandayan Hotspring. Terdapat dua kolam air panas di sini, satu untuk dewasa dan satunya untuk anak-anak. Kombinasi kesejukkan udara, air hangat mengandung mineral adalah kenikmatan yang memanjakan.
Jika ingin pemandian air panas dengan kolam lebih baik dengan fasilitas lebih mewah dan lengkap adalah Awit Sinar Alam Darajat. Terletak di lokasi yang sangat strategis, yaitu di Jl. Darajat KM 24 Padaawas, Kecamatan Pasirwangi, Garut, udaranya sangat sejuk dan mempunyai sumber mata air panas yang natural.
Di sini terdapat dua kolam untuk dewasa dan anak-anak. Kedalaman kolam dewasa 155 sentimeter sedangkan kolam anak-anak hanya setinggi lutut kaki orang dewasa. Kolam anak-anak dilengkapi dengan perosotan seperti halnya di waterpark. Fasilitas lainnya adalah cottage bergaya tradisional dan area outbound.
Kolam renang air panas Darajat Pass bisa menjadi alternatif lainnya. Kolamnya ada di pinggir tebing di atas pegunungan. Dari sini bisa terlihat Kota Garut dengan pemandangan gunung-gunung yang mengelilingi tentu ketika cuaca mendukung.
Darajat Pass berlokasi di Jl. Darajat KM. 14 Pasirwangi, Garut atau tepatnya di Kampung Bedeng, Desa Karyamekar, Kecamatan Pasirwangi. Fasilitas yang ditawarkan berupa pemandian air panas dan kolam renang air biasa. Selain itu ada juga fasilitas seperti arena outbound, photo studio, saung, Wi-Fi gratis dan masih banyak lagi lainnya.
"Objek wisata air panas di Garut masih tetap menjadi favorit wisatawan. Biasanya pada momentum pergantian tahun, wisata air panas di Garut ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah," demikian pernyataan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Garut.
Selain wisata air panas, di Garut juga ada Kawah Kamojang merupakan fenomena vulkanik unik yang bisa dijumpai. Alamatnya sebenarnya berada di perbatasan antara Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, tepatnya di Dusun Kamojang, Desa Laksana, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Di tempat ini pengunjung bisa melihat uap yang menyembur dari dalam bumi dengan kuat.
Kawah ini dikelola oleh PLTU Kamojang, Pertamina dan Indonesia Power sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan ini menjadi kawah pertama yang energi buminya dimanfaatkan. PLTP ini pertama kali di bangun pada masa penjajahan Belanda sekitar 1926. Pada Orde baru, pemerintah membangunnya lebih baik dan meresmikannya pada 1983.
Kamojang sendiri merupakan lapangan panas bumi yang diklaim terbaik di dunia. Kawah ini menghasilkan uap yang kering disebut Very Dry (VD) karena memiliki kandungan air yang sangat sedikit sehingga dapat langsung diproses oleh turbin untuk menghasilkan listrik tanpa proses penyaringan.
Disini sekitar Kawah Kamojang terdapat 23 kawah, 2 diantaranya berbentuk seperti danau uap. Di kawasan ini telah dibangun Kamojang Ecopark, berupa hutan. Ada juga Kamojang Green Hotel and Resort yang terhitung baru dibuka, sebagai sarana bermalam ala resor. hay/I-1

Candi Cangkuang, Peninggalan Hindu Abad ke-8

Wisata Garut bukan hanya dari pemandangan alam dan pegunungan vulkanik yang mengelilinginya. Kabupaten ini juga memiliki destinasi wisata budaya unik seperti candi Hindu satu-satunya yang ditemukan di Jawa Barat.
Berlokasi di Jalan Darajat Leuwigoong, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Candi Cangkuang berdiri kokoh setelah melalui proses pemugaran. Sebelumnya memang berupa puing-puing dan beberapa batuan yang ada hilang sehingga harus diganti.
Uniknya lokasi dibangunnya Candi Cangkuang ini terletak di sebuah pulau bernama Kampung Pulo dan berada di tengah danau yang bernama Situ Cangkuang. Setelah ditemukan berdasarkan informasi dari Notulen Bataviaasch Genootschap terbitan 1893, selanjutnya dilakukan pemugaran.
Sebagai satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda, para ahli menduga bahwa Candi Cangkuang didirikan pada abad ke-8. Hal ini didasarkan pada tingkat kelapukan batuannya, serta kesederhanaan bentuk alias tidak adanya relief pada batu candi.
Candi tersebut ditemukan pada 1966 oleh tim peneliti Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita berdasarkan laporan Vorderman dalam buku tersebut. Dalam bukunya ia menulis adanya sebuah arca yang rusak serta makam kuno di bukit Kampung Pulo, Leles.
Tim peneliti akhirnya menemukan Arca Siwa yang dimaksud. Selain menemukan reruntuhan candi bangunan candi uniknya peneliti menemukan makam kuno yang menurut cerita makam Arief Muhammad yang dianggap penduduk setempat sebagai leluhur mereka.
Walaupun merupakan peninggalan agama Hindu dikuatkan dengan sebuah arca Siwa yang terletak di tengah reruntuhan bangunan yang mengherankan adalah adanya pemakaman Islam di sampingnya. Di dekat kuburan Arief Muhammad peneliti menemukan pondasi candi berukuran 4,5 x 4,5 meter dan batu-batu candi lainnya yang berserakan.
Sementara bangunan Candi Cangkuang hasil pemugaran yang diresmikan pada 1978, candi ini berukuran 4,7 x 4,7 meter dengan tinggi 30 sentimeter. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 meter dengan tinggi 1,37 meter. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya 1,5 meter dan lébar 1,26 meter.
Tubuh bangunan candi bentuknya persegi empat 4,22 x 4,22 meter dengan tinggi 2,49 meter. Di sisi utara terdapat pintu masuk dengan tinggi 1,56 meter, lebar 0,6 meter. Puncak candi ada dua tingkat persegi empat berukuran 3,8 x 3,8 meter dengan tinggi 1,56 meter dan 2,74 x 2,74 meter yang tingginya 1,1 meter.
Di antara sisa-sisa bangunan candi, ditemukan juga arca pada 1800-an. Dengan posisi sedang bersila di atas padmasana ganda. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi atau nandi yang telinganya mengarah ke depan.
Dengan adanya kepala nandi sebagai salah satu dewa Hindu, para ahli menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Sayangnya keadaan arca ini sudah rusak, wajahnya datar, bagian tangan hingga kedua pergelangannya telah hilang. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top