Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penyalahgunaan KJP

Desakan Ekonomi, Wali Murid Gadaikan KJP

Foto : (ANTARA/Devi Nindy)

Wali murid Sutrisna (35) bercerita soal penggadaian Kartu Jakarta Pintar (KJP) milik anaknya karena desakan ekonomi di rumahnya kawasan Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (15/7).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Desakan ekonomi membuat seorang wali murid bernama Sutrisna terpaksa menggadaikan Kartu Jakarta Pintar (KJP) milik anaknya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Bapak empat anak itu mengaku sejak tiga bulan lalu di-PHK dari pekerjaannya sebagai petugas keamanan, lantaran pabrik tempatnya bekerja mengurangi karyawan akibat pandemi COVID-19.

"Keadaan susah, gaji enggak dapat. Terus saya dan istri ke tempat langganan belanja yang biasa pake KJP, tapi mau pinjam uang 500.000 rupiah," ujar Sutrisna di rumahnya di kawasan Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, Rabu.

Di toko tersebut, Sutrisna berniat menggadaikan STNK motornya. Namun pemilik toko enggan menerima STNK Sutrisna lantaran mengetahui motor tersebut satu-satunya harta berharga Sutrisna.

"Akhirnya saya titipkan saja KJP anak saya. Bukan niat menggadaikan, karena PIN-nya saja saya tidak kasih," ujar Sutrisna.

Pada awal Juni, Sutrisna berniat mengembalikan pinjaman. Namun pemilik toko mengatakan KJP-nya dirampok oleh sekelompok orang.

"Katanya pemilik toko sudah habis uang hampir 100 juta rupiah untuk menebus KJP tersebut," kata dia.

Sutrisna pun baru mengetahui adanya kasus pemerasan oleh pengaku polisi dan wartawan yang menimpa pemilik toko perlengkapan sekolah itu serta adanya ratusan KJP yang disimpan.

Dia mengatakan pemilik toko bukan rentenir karena tidak memberikan bunga atas pinjaman tersebut dan murni memberi pinjaman untuk mencari langganan.

Sutrisna berharap pemerintah tidak mencabut hak penerimaan KJP milik anaknya. Dengan mengontrak di kamar seluas 4x3 bersama anaknya, dia memerlukan KJP untuk keperluan sekolah anaknya.

"Saya saat itu benar-benar buntu. Saya sama sekali tidak ada uang pegangan untuk membiayai lagi hidup keluarga, sedangkan harta benda tidak punya," ujar Sutrisna. Ant/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top