Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Mata Uang - BI Jangan Selalu Tuding Faktor Eksternal yang Melemahkan Rupiah

Depresiasi Rupiah Diprediksi Berlangsung Lama

Foto : Sumber: Bloomberg – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

>>Tekanan pada rupiah akan berakhir bila pemerintah mampu bereskan masalah struktural.

>>Utang pemerintah yang terus bertambah memicu sejumlah kekhawatiran pelaku pasar.

JAKARTA - Sejumlah kalangan menyatakan tekanan depresiasi terhadap rupiah bakal berlangsung lama.

Sebab, pelemahan mata uang RI dinilai juga lebih banyak disebabkan oleh faktor fundamental dalam negeri yang membutuhkan waktu cukup lama untuk membenahinya.

Sepanjang tahun ini, hingga Jumat (20/4), depresiasi rupiah telah mencapai 2,5 persen (pada posisi 13.893 rupiah per dollar AS).

Depresiasi tersebut tergolong tinggi dibandingkan dengan mata uang negara Asia lainnya, di luar rupee India dan peso Filipina. Ekonom Universitas Indonesia, Telisa A Valianty, mengatakan tekanan depresiasi terhadap rupiah bakal berlangsung lama.

Sebab, dua faktor kunci penyebab melemahnya rupiah, yakni kekuatan internal dan faktor eksternal, seperti berjalan sendiri-sendiri.

"Nah, dua faktor ini sekarang bekerja. Tapi kekuatan internal tidak mampu melawan kekuatan eksternal yang lebih dahsyat," jelas dia, di Jakarta, Minggu (22/4).

Menurut Telisa, ketidakmampuan kekuatan internal menahan laju pelemahan kurs rupiah terutama disebabkan struktural fundamental ekonomi masih bermasalah, misalnya profil ekspor Indonesia masih banyak bergantung pada komoditas primer.

Di sisi lain, tren pertumbuhan ekonomi cukup stabil, meski terjadi stagnasi di level 5 persen dalam beberapa tahun terakhir.

"Tapi hal itu belum cukup untuk menjaga stabilitas rupiahnya. Tidak bisa melawan kekuatan eksternal ini karena efek globalnya memang betulbetul begitu kuat," ujar dia.

Dia menambahkan perekonomian nasional memang didukung oleh stabilitas makro, tapi lebih banyak ditopang pasar domestik yang besar.

Sayangnya, pasar domestik itu juga lebih banyak dikuasai barang impor. Neraca jasa juga defisit yang mengindikasikan Indonesia lebih banyak impor ketimbang ekspor jasa.

"Nah, faktor itu yang menekan rupiah. Jadi kekuatan ekonomi domestik itu bisa dikatakan semu, karena lebih banyak dipengaruhi kekuatan eksternal," tegas Telisa.

Oleh karena itu, lanjut dia, tekanan depresiasi rupiah akan berakhir apabila pemerintah benar-benar mampu membereskan masalah struktural ekonomi.

"Kalau itu membaik, kekuatannya itu bisa digunakan untuk menghadang pelemahan rupiah.

Cuma PR memperbaiki struktural ini kan lama, dan faktor eksternal juga lama karena bukan kewenangan kita," papar Telisa.

Sebelumnya, ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai fundamental ekonomi domestik menjadi faktor utama pelemahan rupiah hingga hampir menyentuh level psikologis 14 ribu rupiah per dollar AS.

Menurut dia, Bank Indonesia (BI) sebagai stabilitator tidak lagi bisa menyalahkan kondisi eksternal yang menyebabkan rupiah tergelincir dari fundamentalnya.

"Kalau ini masalah eksternal, kenapa rupiah kita juga melemah terhadap dollar Singapura dan ringgit Malaysia? Ini bukan lagi persoalan eksternal, tapi fundamental. Struktural kita," kata Bhima. Dia mengungkapkan tiga faktor utama yang menekan rupiah. Pertama, risiko inflasi.

Kedua, faktor psikologis masyarakat. Bhima menilai utang pemerintah yang terus bertambah hingga bakal tembus 4.200 triliun rupiah tahun ini memicu sejumlah kekhawatiran.

Bukan dianggap tidak mampu melunasi, melainkan pergerakan utang pemerintah yang lebih agresif dibandingkan utang swasta.

Ketiga, pesimisme pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2018. Hal ini membuat pelaku pasar memutuskan pergi mencari aset yang dianggap aman.

"Mereka jual semua aset investasinya. Kebutuhan dollar di dalam negeri tidak mencukupi dan akhirnya rupiah melemah," jelas Bhima.

Faktor Eksternal

Sementara itu, Gubernur BI, Agus Martowardojo, menilai pelemahan rupiah belakangan ini terutama disebabkan kenaikan imbal hasil atau yield obligasi pemerintah AS atau US treasury.

Faktor lain, perbaikan ekonomi AS yang membuka peluang kenaikan bunga AS lebih dari tiga kali, dan upaya AS menahan investasi Tiongkok.

Bahkan, AS akan membuat Undang-Undang yang mencegah masuknya investasi dari Tiongkok.

"Faktor eksternal tersebut mempengaruhi mata uang di banyak negara, termasuk Indonesia," ujar Agus di sela-sela acara Spring Meeting 2018 di Washington DC, kemarin.

Menurut Agus, perkembangan global yang dinamis berdampak pada performa nilai tukar di banyak negara, termasuk rupiah.

"Jangan sekadar melihat angkanya, tapi harus juga melihat perkembangan mata uang lainnya seperti apa," papar dia. ahm/SB/WP

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top