Deindustrialisasi Dini, Sinyal RI Terkontaminasi "Dutch Disease"
"Semua langsung kita ekspor karena harga-harganya di pasar global menjanjikan. Pada saat yang sama, kita tidak memikirkan industrialisasinya," jelas Rizal.
Seandainya bahan baku dari sumber daya alam itu bisa diolah maka yang semula nilainya 1.000 misalnya, bisa meningkat dua kali, tiga kali, empat kali bahkan bisa 10 kali lipat melalui proses industrialisasi. Nilai tambahnya akan lebih baik, tapi itu yang tidak terjadi.
"Kalau disebut kita sudah deindustrialisasi bukan sekarang, sebenarnya sudah lama industrialisasi manufaktur kita tidak jalan karena terlena menikmati harga-harga komoditas yang tinggi," tegasnya.
Secara terpisah, pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan untuk sembuh dari kondisi yang disebut "Dutch Disease" tersebut, mau tidak mau pemerintah harus mewujudkan hilirisasi hasil tambang dan manufakturisasi industri substitusi impor.
"Banyak keuntungan dengan hilirisasi karena dapat mengatasi persoalan pengangguran, serta sebagai upaya memperbaiki kinerja neraca perdagangan yang selama ini selalu defisit. Dengan manufakturisasi nilai tambahnya lebih besar, dibanding jika lebih ke arah sumber daya alam," kata Wibisono.
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya