Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Anggaran - Utang BLBI Membuat Defisit Terus Melebar

Defisit APBN Bakal Korbankan Program Kesejahteraan Rakyat

Foto : ANTARA/Reno Esnir
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Defisit APBN yang terus meningkat, hampir mencapai 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun ini, dinilai bakal mengorbankan berbagai program kesejahteraan rakyat pada tahun-tahun mendatang.

Sebab, defisit itu mesti ditutup dengan penarikan utang baru sehingga pada tahun berikutnya alokasi anggaran kesejahteraan rakyat tergerus untuk menutup kewajiban utang yang terus melambung.


Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto, memaparkan apabila saat ini, katakanlah, pemerintah menganggarkan 30 persen dari APBN untuk membayar utang maka tahun depan bisa naik menjadi 35 sampai 45 persen.

Kalau APBN telah tersandera kewajiban utang, otomatis akan berpengaruh pada pemangkasan anggaran di sektor publik.


"Kalau anggaran rutin, belanja pegawai, apa mau dipotong? Pegawai nggak mau gajinya dipotong. Otomatis akan mengorbankan belanja untuk publik, bisa infrastruktur, bisa pendidikan, bisa kesehatan, untuk petani, dan sebagainya," kata Yenny saat dihubungi, Senin (31/7).


Menurut dia, jika sektor publik dikorbankan maka rakyat yang akhirnya paling menderita kerugian. Apalagi, pemerintah selalu punya dalih bahwa menutup defisit adalah untuk membiayai sektor publik. "Padahal belum tentu juga," ujar dia.


Yenny berpendapat untuk menutup defisit seharusnya pemerintah mempunyai strategi jitu, antara lain Kementerian Keuangan harus mengoptimalkan penerimaan negara.

"Pemerintah paling tidak sudah membangun sistem, terutama soal optimalisasi penerimaan negara yang memungkinkan nantinya tidak berdampak pada defisit dan tidak mengarah pada utang," jelas dia.


Dalam postur RAPBNP 2017, defisit anggaran diproyeksikan mencapai 397,2 triliun rupiah atau sekitar 2,92 persen terhadap PDB dan defisit neraca keseimbangan premier 144,3 triliun rupiah.

Pemerintah merencanakan pembiayaan utang hingga 461,3 triliun rupiah, dengan rencana penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 467,3 triliun rupiah.


Ekonom senior, Faisal Basri, sebelumnya mengingatkan bahwa pembayaran bunga utang pemerintah kian merongrong APBN. Pada 2015, pembayaran bunga menyedot 8,6 persen dari pengeluaran total.


Sebagai perbandingan, Amerika Serikat yang nisbah utangnya jauh lebih tinggi dari Indonesia hanya menyisihkan 6 persen dari APBN-nya untuk membayar bunga. Beban bunga naik menjadi 9,8 persen pada 2016 dan naik lagi menjadi 10,9 persen pada APBN 2017.


Pada 2017, pembayaran bunga utang telah menyamai belanja modal, yaitu sebesar 221 triliun rupiah, empat kali lipat ketimbang pengeluaran sosial yang hanya 56 triliun rupiah.


Tidak Transparan


Yenny menilai saat ini manfaat pengelolaan keuangan negara tidak dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat. Bahkan, 80 hingga 90 persen APBN tidak dinikmati rakyat. Padahal, APBN adalah instrumen kesejahteraan rakyat.


Dia pun meragukan dalih pemerintah yang selalu mengatakan bahwa manfaat utang negara tersebut akan kembali ke rakyat. Sebab, pengelolaan utang selama ini tidak transparan.


"Saya contohkan, utang eks BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) itu kan bebannya banyak. Tetapi, sejumlah obligor itu belum melunasi utangnya. Pemerintah tidak secara tegas mengejar utang tersebut," tutur Yenny.


Pada akhirnya, lanjut dia, rakyat yang tidak menikmati utang BLBI itu dipaksa melunasinya dari pajak yang dibayar tiap tahun. "Yang melunasi utangnya ya rakyat dalam bentuk peningkatan pajak yang progresif.

Kemudian, ditingkatkan semua, mulai dari pajak penghasilan, pajak bumi dan bangungan, pajak pertambahan nilai, serta semuanya," ungkap Yenny.


Sebab, imbuh dia, korporasi tidak mau merugi akibat kenaikan pajak sehingga mereka mengalihkan kenaikan pajak tersebut kepada masyarakat.

"Dari situlah yang dikorbankan masyarakat. Kalau seperti ini terus, ya sudah selesai. Sampai kiamat utang juga nggak kebayar kalau model pengelolaan keuangannya itu tidak benar-benar dibangun," tegas Yenny.


Dihubungi terpisah, pemerhati ekonomi dari Unair Surabaya, Suroso Imam Zadjuli, menambahkan, kondisi keuangan negara saat ini kurang sehat meski defisit anggaran masih dalam batas toleransi.


"Sebetulnya defisit 3 persen masih dalam standar aman. Namun, karena defisit selalu ditutup dengan utang menyebabkan alokasi anggaran untuk sektor produktif jadi berkurang," ujar dia. ahm/SB/WP

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top