Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 19 Okt 2024, 00:02 WIB

Dari Hutan hingga Lautan, Alam dalam Kondisi yang Menyedihkan

Najin (depan) dan putrinya Patu, dua badak putih utara betina terakhir, merumput di kandang mereka di Ol Pejeta Conservancy di Taman Nasional Laikipia, Kenya 20 Maret 2018.

Foto: istimewa

CALI - Perusakan alam global telah mencapai titik ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya. Saat pertemuan puncak keanekaragaman hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa,Conference of the Parties to the United Nations Convention on Biological Diversity (CBD COP16), selama dua minggu dimulai pada hari Senin (14/10) di Cali, Kolombia, yang perlu diketahui tentang kemerosotan alam yang terjadi dan pentingnya hal itu bagi ekonomi global.

Dikutip dari The Straits Times, tumbuhan dan hewan berperan penting dalam menjaga keberlangsungan alam, mulai dari mendaur ulang nutrisi di seluruh ekosistem hingga mengangin-anginkan tanah dan mengelola sungai. Tanpa tumbuhan dan hewan, dunia tidak akan layak huni bagi manusia.

"Namun, lebih dari seperempat spesies yang diketahui di dunia, atau total sekitar 45.300 spesies, kini terancam punah," kata Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam dan Sumber Daya Alam atauInternational Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).

Hewan yang berada di ambang kepunahan termasuk lumba-lumba vaquita di Meksiko, badak putih utara di Afrika, dan serigala merah di Amerika Serikat.

Menurut World Wide Fund for Nature (WWF),populasi hewan liar yang dipantau telah menyusut 73 persen secara global pada tahun 2020 dibandingkan dengan angka tahun 1970.

Karena hutan merupakan rumah bagi spesies tumbuhan dan hewan terbanyak di ekosistem mana pun, termasuk 68 persen spesies mamalia, para ilmuwan menganggap tingkat penggundulan hutan menjadi indikator yang baik untuk kerusakan alam.

Pada tahun 2021, lebih dari 100 negara berjanji untuk menghentikan penggundulan hutan dan degradasi hutan pada tahun 2030. Hingga tahun 2023, jumlah lahan yang mengalami penggundulan hutan 45 persen lebih tinggi dari yang seharusnya untuk memenuhi target tahun 2030, menurut Penilaian Deklarasi Hutan, sebuah analisis tahunan yang dirilis oleh koalisi organisasi penelitian dan masyarakat sipil.

"Meskipun laju penggundulan hutan di Amazon Brazil menurun, analisis menunjukkan laju tersebut meningkat di Bolivia, Indonesia, dan Republik Demokratik Kongo," katanya.

Para ilmuwan juga mengkhawatirkan degradasi hutan, dengan kebakaran, penebangan, dan kekuatan destruktif lainnya yang merusak hutan tetapi tidak menghancurkannya sepenuhnya. Penilaian menunjukkan bahwa tujuan mengakhiri degradasi masih melenceng 20 persen.

Penangkapan ikan merupakan penyebab utama kerusakan satwa liar laut, menurut Platform Sains-Kebijakan Antarpemerintah tentang Keanekaragaman Hayati dan Layanan Ekosistem atauIntergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES), otoritas sains global teratas tentang alam.

"Lebih dari 40 negara, dengan populasi gabungan sebesar 3,2 miliar orang, bergantung pada makanan laut untuk setidaknya 20 persen protein gizi mereka," ujar Organisasi Pangan dan Pertanian PBB atauFood and Agriculture Organization (FAO).

Menurut FAO, sekitar 38 persen dari stok ikan mengalami penangkapan ikan secara berlebihan, dibandingkan dengan sekitar 10 persen pada pertengahan tahun 1970-an. WWF mengatakan penangkapan ikan yang berlebihan juga mengganggu ekosistem terumbu karang, yang menyediakan tempat berlindung, makanan, dan tempat berkembang biak bagi seperempat kehidupan laut dunia.

Tahun ini telah terjadi pemutihan karang massal keempat di dunia, dengan lebih dari separuh area terumbu karang di dunia memutih akibat suhu laut yang tinggi.

Menurut WWF, pertanian menyebabkan sekitar 90 persen penggundulan hutan tropis, seiring dengan dibukanya hutan untuk pertanian kedelai, peternakan sapi, perkebunan kelapa sawit, dan produksi massal komoditas lainnya.

Menurut Bank Dunia, negara-negara membayar sedikitnya 635 miliar dollar AS setiap tahunnya dalam bentuk subsidi untuk pertanian yang berbahaya bagi lingkungan, dan kemungkinan beberapa triliun dollar lebih dalam bentuk subsidi tidak langsung.

Negara-negara sepakat pada COP15 tahun 2022 untuk mengidentifikasi subsidi yang merugikan pada tahun 2025 dan memangkasnya sedikitnya 500 juta dollar AS per tahun mulai tahun 2030.

Para pemerhati lingkungan juga mendesak bank untuk berhenti memberikan kredit kepada sektor komoditas yang terkait dengan penggundulan hutan. Antara Januari 2023 dan Juni 2024, bank telah memberikan total kredit sekitar 77 miliar dollar AS kepada perusahaan-perusahaan ini, menurut Koalisi Riset dan Advokasi Forest & Finance.

Baik itu serangga yang menyerbuki tanaman, tanaman yang menyaring persediaan air tawar, atau hutan yang menyediakan kayu untuk konstruksi, alam beserta makhluk-makhluknya menyediakan kekayaan bahan dan jasa bagi ekonomi global secara cuma-cuma.

Menurut Forum Ekonomi Dunia, sekitar 44 triliun dollar AS dari hasil ekonomi tahunan dunia - atau sekitar setengah dari total - bergantung pada sumber daya dan layanan alam ini. Jumlah tersebut termasuk 2,1 triliun dollar AS di Amerika Serikat, 2,4 triliun dollar AS di Uni Eropa, dan 2,7 triliun dollar AS di Tiongkok.

Bank Dunia memperkirakan bahwa runtuhnya layanan ekosistem tertentu, seperti perikanan atau hutan asli, dapat merugikan ekonomi dunia 2,7 triliun dollar AS setiap tahunnya pada tahun 2030, sekitar 2,3 persen dari output global.

Program Lingkungan Hidup PBB memperkirakan pengeluaran untuk lingkungan hidup perlu ditingkatkan menjadi 542 miliar dollar AS per tahun pada tahun 2030, naik dari 200 miliar dollar AS pada tahun 2022, untuk menghentikan kerusakan alam dan memenuhi tujuan iklim.

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.