Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Sektor Keuangan I "Capital Outflow" dari Pasar SBN Mencapai Rp126,85 Triliun

Dana Asing Terus Keluar dari "Emerging Countries"

Foto : ISTIMEWA

ESTHER SRI ASTUTI Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undip Semarang

A   A   A   Pengaturan Font

» Indonesia beruntung karena exposure kepemilikan asing di obligasi negara berkurang selama pandemi.

» Pemerintah seharusnya lebih fokus menarik investasi sektor riil ketimbang portofolio.

JAKARTA - Modal asing yang keluar (capital outflow) dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) sepanjang tahun ini, tepatnya hingga 26 Agustus 2022, sudah mencapai 126,85 triliun rupiah. Keluarnya modal asing dari pasar keuangan itu sebagai dampak pengetatan likuiditas melalui kenaikan suku bunga di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat (AS).

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, di Jakarta, Rabu (31/8), mengatakan dengan pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga menyebabkan Indonesia dan emerging countries lain terkena imbasnya.

Kendati demikian, Indonesia pada 2021 dan 2022 masih beruntung karena pemerintah berhasil menurunkan exposure kepemilikan asing dalam governement bonds yang sebelum pandemi mencapai 38,5 persen menjadi 15,34 persen.

"Pada 26 Agustus 2022, foreign holders kita di 15,34 persen. Artinya, meski terjadi movement capital outflow yang mencapai 126,85 triliun rupiah, tapi dampak terhadap yield menjadi lebih bisa dikelola," jelas Menkeu.

Hal itu tidak terlepas dari koordinasi pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) yang terus menjaga stabilitas Surat Berharga Negara (SBN) sehingga kinerjanya relatif stabil.

Menkeu mengatakan kinerja SBN dalam periode bergejolak saat ini relatif dalam situasi yang baik dibanding negara lain seperti AS yang yield US treasury-nya melonjak lebih dari 100 persen.

Indonesia secara year to date (ytd) juga mengalami kenaikan dari bonds 10 tahun di 12,4 persen, sedangkan Filipina 28,7 persen dan Meksiko 17,5 persen.

"Ini adalah suatu yang harus kita jaga karena berhubungan dengan cost of fund dari pembiayaan kita," tegasnya.

Sebelum pandemi Covid-19, tepatnya pada 2019 lalu, emerging countries sempat menikmati capital inflow sekitar 70 miliar dollar AS, sedangkan pada 2022 terjadi capital outflow hingga minus 50 miliar dollar AS.

"Ini adalah reverse terhadap keberadaan hard currency terutama dollar AS yang sangat menentukan banyak negara," katanya.

Dorong Investasi

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan stabilitas sektor keuangan sangat rentan jika hanya mengandalkan aliran dana dalam bentuk portofolio yang kental dengan nuansa spekulasi untuk mengambil keuntungan sesaat. Sebab itu, dia menyarankan pemerintah agar lebih mendiversifikasi penarikan dana asing dengan lebih fokus mendorong investasi langsung di sektor riil.

Terkait capital outflow, Esther mengatakan hal itu sulit dibendung karena pemilik modal berbondong-bondong memindahkan portofolio dan asetnya ke negara yang menawarkan tingkat suku bunga lebih tinggi dari Indonesia.

"Itulah konsekuensi investasi yang tidak riil, hanya beli surat berharga di pasar Indonesia, sehingga ketika ada yang menawarkan bunga lebih tinggi, sudah pasti ada capital flight dari Indonesia ke negara lain," jelas Esther.

Indonesia, tambahnya, harus bisa menarik investasi riil, seperti investasi untuk bikin pabrik yang mendorong hilirisasi industri sehingga akan membuka lapangan pekerjaan lebih banyak.

Dihubungi pada kesempatan terpisah, Pakar Ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, mengatakan aliran modal keluar tersebut merupakan langkah wajar dari investor dalam kondisi saat ini.

"Dalam situasi seperti ini memang wajar terjadi capital outflow, karena terjadi penurunan nilai aset dan rupiah kita juga terdampak. Nilai seperti itu masih wajar," kata Leo.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam raker dengan Komisi XI menjelaskan kalau pihaknya sudah membeli SBN di pasar perdana sebesar 99,33 triliun rupiah per 26 Agustus 2022 sebagai langkah komitmen dalam berpartisipasi untuk pembiayaan APBN.

Pembelian SBN sebesar 99,33 triliun rupiah tersebut terdiri dari 17 triliun rupiah melalui lelang utama, 7,69 triliun rupiah melalui lelang tambahan (GSO), serta 74,28 triliun rupiah melalui private placement.

Jumlah itu telah mencakup realisasi pembelian SBN berdasarkan SKB III melalui private placement sebesar 62,27 triliun rupiah untuk pembiayaan kesehatan dan kemanusiaan dalam APBN 2022.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top