Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Prospek Perekonomian

Dampak Perang Dagang terhadap RI Tak Signifikan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia dinilai tak terpengaruh secara signifikan dampak perang dagang yang bisa mengganggu ekspor dan investasi. Meski demikian, kinerja pertumbuhan nasional diperkirakan masih stagnan di angka 5,1 persen tahun ini.

Kepala Ekonom ASEAN+3 Macroeconomy Research Office (AMRO) Dr. Hoe Ee Khor mengungkapkan dampak perang dagang tidak terlalu mempengaruhi Indonesia karena industri di Indonesia belum terlibat sepenuhnya dalam rantai pasok global manufaktur, khususnya sektor elektronik.

"Maka itu, kami masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan bagi Indonesia," ujar dia dalam paparan langsung terhadap media di Jakarta, Selasa (18/6).

Khor memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik Indonesia pada 2019 sebesar 5,1 persen. Angka tersebut di bawah target pemerintah dalam APBN 2019 sebesar 5,3 persen.

Meski demikian, bagi kawasan, AMRO menilai perang dagang menjadi sumber utama risiko eksternal yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. AMRO merupakan lembaga kajian ekonomi untuk ASEAN plus Jepang, Tiongkok dan Korea Selatan (ASEAN+3).

Pada Juni 2019, ketika proyeksi pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia tidak berubah, AMRO memangkas proyeksi pertumbuhan bagi kawasan dan negara- negara kawasan.

Pertumbuhan ekonomi di keseluruhan kawasan atau ASEAN+3 diperkirakan hanya akan tumbuh 4,9 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan masing-masing terkoreksi menjadi 6,2 persen, 0,5 persen dan 2,4 persen.

"Ketidakpastian perdagangan masih tetap tinggi, dan risiko ketegangan perdagangan masih tetap diperhitungkan meskipun negosiasi perdagangan AS dan Tiongkok dikabarkan mengalami kemajuan," ujarnya.

Bauran Kebijakan Khor lebih jauh menyarankan agar pemerintah dan otoritas di kawasan mengkalibrasi berbagai bauran kebijakan sesuai dengan siklus ekspansi bisnis dan pembiayaan. Selain itu, parameter eksternal dan kerentanan keuangan, seperti Neraca Pembayaran juga mesti diawasi. Khor menyebut kalibrasi kebijakan itu termasuk mempertimbangkan penurunan kebijakan moneter jika diperlukan.

Pemerintah setempat di kawasan juga perlu mempertahankan kebijakan fiskal yang cenderung akomodatif dengan tetap menjaga ketahanan fiskal. "Kebijakan makroprudensial yang ketat juga perlu dipertahankan untuk mengatisipasi peningkatan kerentanan finansial," tambahnya.

Terlepas dari penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi di kawasan, Khor menilai dalam jangka panjang fundamental ekonomi di kawasan memiliki ruang untuk menguat dan solid. Pasalnya, konsumsi masyarakat yang kuat dan perdagangan intra-kawasan yang meningkat karena pertumbuhan masyarakat kelas menengah, urbanisasi yang cepat, serta masifnya penerapan teknologi digital. Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top