Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Dampak Negatif Pandemi Covid-19 Terhadap Penanganan Tuberkulosis di Dunia

Foto : Getty Images

Iluatrasi.

A   A   A   Pengaturan Font

Pandemi Covid-19 dilaporkan berdampak buruk terhadap akses diagnosis dan pengobatan Tuberkulosis secara global.

Dalam laporan bertajuk Global Tuberculosis Report 2022 yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan pandemi Covid-19 berdampak pada menurunnya jumlah orang yang baru didiagnosis dengan Tuberkulosis secara global. Di mana, WHO melaporkan jumlah orang yang baru didiagnosis dengan Tuberkulosis menurun 18 persen, dari 7,1 juta pada tahun 2019, menjadi 5,8 juta pada tahun 2020.

Sebagian besar atau sekitar 90 persen penurunan dalam jumlah orang yang baru didiagnosis dengan Tuberkulosis yang dilaporkan antara 2019 dan 2020, disumbangkan oleh 10 negara dengan beban Tuberkulosis nan tinggi. Di mana tiga negara yang paling banyak menyumbang penurunan pada tahun 2020 adalah India, Indonesia, dan Filipina.

Bersama-sama, ketiganya menyumbang 67 persen penurunan pada tahun 2020. Adapun negara-negara dengan beban Tuberkulosis tinggi lainnya, yang juga melaporkan penurunan dalam jumlah orang yang baru didiagnosis dengan Tuberkulosis yang relatif besar, termasuk Bangladesh (2020), Lesotho (2020 dan 2021), Myanmar (2020 dan 2021), Mongolia (2021) dan Vietnam (2021).

Penurunan global dalam jumlah orang yang baru didiagnosis dengan Tuberkulosis yang dilaporkan pada tahun 2020 dan 2021 disebut WHO, mencerminkan penurunan nyata dalam deteksi kasus Tuberkulosis dan bukan karena adanya penurunan insiden Tuberkulosis. Kondisi ini dilaporkan telah mengakibatkan peningkatan jumlah kematian Tuberkulosis secara global. WHO memperkiraan jumlah kematian akibat Tuberkulosis meningkat antara 2019 dan 2021.

Pada 2021 misalnya, diperkirakan ada 1,4 juta kematian akibat Tuberkulosis di antara orang HIV-negatif dan 187.000 kematian di antara orang HIV-positif, dengan total gabungan 1,6 juta kematian. Angka ini naik dari perkiraan kematian akibat Tuberkulosis pada 2020 dan 2019 yang masing-masing diperkirakan mencatatkan 1,5 juta dan 1,4 juta kematian. Sebagian besar perkiraan peningkatan kematian Tuberkulosis secara global disebabkan oleh empat negara, yakni India, Indonesia, Myanmar dan Filipina.

Pada periode yang sama, diperkirakan 10,6 juta orang jatuh sakit karena Tuberkulosis pada tahun 2021. Angka ini meningkat 4,5 persen dari 10,1 juta pada tahun 2020. Angka kejadian kasus baru Tuberkulosis per 100.000 penduduk per tahun juga dilaporkan naik sebesar 3,6 persen antara tahun 2020 dan 2021. Dampak negatif lain terhadap Tuberkulosis selama pandemi Covid-19 termasuk penurunan dalam jumlah orang yang diberikan pengobatan untuk pasien Tuberkulosis Resisten Obat (TB RO). Di mana, hanya sekitar 1 dari 3 pasien TB RO yang bisa menerima pengobatan. WHO juga melaporkan terjadinya penurunan pengeluaran global untuk layanan Tuberkulosis dari US$ 6,0 miliar pada 2019 menjadi hanya US$ 5,4 miliar pada 2021.

Gangguan substansial terhadap deteksi dan pelaporan kasus Tuberkulosis pada tahun 2020 dan 2021 disebut WHO, mencerminkan pengaruh sisi penawaran dan sisi permintaan pada layanan diagnostik dan pengobatan Tuberkulosis. Termasuk berkurangnya kapasitas sistem kesehatan untuk terus menyediakan layanan; berkurangnya kemampuan untuk mencari perawatan selama lockdown, dan pembatasan pergerakan yang terkait; kekhawatiran tentang risiko pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan selama pandemi; belum lagi stigma terkait kesamaan gejala terkait Tuberkulosis dan Covid-19.

Atas dasar itu, WHO menyerukan perlunya upaya intensif yang didukung oleh peningkatan pendanaan untuk memitigasi dan membalikkan dampak negatif pandemi terhadap Tuberkulosis.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top