Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Fluktuasi Harga Pangan I Pemprov Lampung Larang Penjualan Gabah ke Luar Daerah

Daerah Produsen Mulai Proteksi Cadangan Pangan

Foto : ANTARA

DWIJONO HADI DARWANTO Guru Besar Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta - Dari dulu Lampung itu lumbung pangan. Jadi kalau data tahun ini menunjukkan Lampung surplus tapi di pasar terjadi kelangkaan, dugaan Gubernur Lampung bahwa ada monopoli memang bisa dibenarkan.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung mengancam para pelaku usaha di daerahnya yang menjual gabah asal Lampung ke luar provinsi. Ancaman penutupan usaha itu sebagai bentuk sikap Pemprov menjaga stabilitas harga pangan di daerah tersebut setelah sempat diberitakan beras langka.

Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, mengatakan sanksi penutupan tempat usaha akan diberlakukan bila pelaku usaha diketahui menjual gabah asal Lampung keluar provinsi.

"Saya ingin menegaskan kepada semua pihak bahwa saat ini gabah tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan sesuai Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2017 tentang Larangan Pengiriman Gabah ke Luar Provinsi Lampung. Akan tetapi, untuk beras boleh diperjualbelikan antardaerah, sebab ini sudah ada aturannya untuk menjaga kedaulatan pangan," kata Arinal di Bandarlampung, akhir pekan lalu.

Bagi mereka yang melanggar aturan akan diserahkan ke satgas pangan yang akan menjatuhkan sanksi. "Untuk perusahaan nakal kalau bisa akan ditutup. Ini sudah berlaku sejak dulu, tapi ini dipertegas kembali sekarang," kata Arinaldi.

Sebagai langkah memperkuat pengawasan, maka Pemerintah Daerah melalui Dinas Perhubungan melakukan penjagaan di pintu keluar daerah salah satunya di Pelabuhan Bakauheni.

"Karena gabah ini di tingkat petani disimpan di lumbung yang bertujuan sebagai cadangan makanan saat musim panen belum dimulai, dan apabila diperjualbelikan sampai keluar daerah maka akan terjadi kekurangan sehingga menimbulkan inflasi dan membuat ekonomi daerah terganggu," katanya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung pada 2023, luasan panen di Provinsi Lampung sebesar 532,77 ribu hektare dengan produksi padi sekitar 2,73 juta ton gabah kering giling (GKG) atau sekitar 1,57 juta ton beras.

Dugaan Monopoli

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dwijono Hadi Darwanto, mengatakan kelangkaan beras di Lampung pada saat ini juga pernah terjadi pada 2017 lalu. Namun bedanya, saat itu memang terjadi penurunan produksi karena kemarau berkepanjangan.

"Dari dulu Lampung itu lumbung pangan. Jadi kalau data tahun ini menunjukkan Lampung surplus tapi di pasar terjadi kelangkaan, dugaan Gubernur Lampung bahwa ada monopoli memang bisa dibenarkan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus menginvestigasinya secara serius," papar Dwijono.

Langkah Gubernur Lampung untuk meminta KPPU turun bisa diikuti dengan langkah strategis untuk membuat sistem "Lumbung Pangan" yang dikelola oleh gabungan kelompok tani setempat sehingga bisa menahan masuknya para pemain besar pangan yang monopolistik.

Dengan situasi perubahan iklim seperti sekarang, perdagangan pangan memang menjadi incaran banyak pihak untuk menangguk untung. Maka sudah seharusnya pemerintah benar-benar fokus menjaga stok sekaligus kesejahteraan petani. "Kalau ada monopoli meski harga gabah dan beras naik, tetapi petani tetap tidak dapat keuntungan," kata Dwijono.

Dalam kesempatan lain, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan Gubernur Lampung ingin warga Lampung tidak kekurangan beras dengan mengisolasi beras produksi petani Lampung tidak ke luar daerahnya.

"Ini bagus untuk pengendalian inflasi regional khususnya Provinsi Lampung, tetapi bagi provinsi lain yang bukan produsen beras tentu ini problem," kata Esther.

Hal itu karena daerah lain yang dekat Lampung, tetapi bukan produsen beras, seperti Bangka Belitung (Babel), Riau, Bengkulu dan daerah lainnya harus membeli dari produsen beras lainnya, seperti Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Aceh, dan Sumatra Barat.

"Sebagai solusinya, pemerintah pusat harus melakukan operasi pasar untuk daerah-daerah yang bukan produsen beras," kata Esther.

Jalan ke luar itu penting untuk menjaga dan meredam harga beras agar tidak ada kenaikan yang tajam, karena bisa memicu inflasi.

Pengamat kebijakan publik sekaligus Wakil Rektor Tiga, Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengatakan sebagai Gubernur, Arinal Djunaidi memang harus mendahulukan kepentingan Provinsi Lampung dalam hal pemenuhan bahan pokok. Namun agar ada kepastian, sebaiknya KPPU melakukan kajian.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top