Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

“Circular Economy" Sektor Plastik Dapat “Income" dan Kurangi Polusi

Foto : Istimewa

Ketua KPNas, Bagong Suyoto, di pengepul pinggir TPST Bantargebang, baru-baru ini.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Permasalahan sampah dunia, salah satunya adalah sampah plastiK konvensional hingga kini sulit ditangani. pengelolaan sampah masih buruk. Banyak sampah liar. Sungai jadi tong raksasa sampah. Tragedi lingkungan akibat berbagai jenis limbah menuju ke pesisir dan laut, seperti plastik, styrefoam, busa, karet, kain, kayu. Tak ada data akurat tentang kiriman sampah ke pesisir dan laut, data yang ada masih bernuansa asumsi.

"Sampah plastik dan styrefoam mendominasi sampah yang masuk ke sungai menuju pesisir dan laut. Plastik konvensional butuh waktu ratusan tahun untuk bisa terurai secara alami. Maka plastik konvensional menjadi tantangan sendiri bagi masa depan lingkungan," kata Ketua Koalisi Persampahan Nasional, Bagong Suyoto dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Koran Jakarta, Kamis (16/12).

Bagong pun mengutip Laporan National Plastic Action Partnership, Kemenko Marves 2019 menyebutkan, bahwa (1) Indonesia sebagai pencemar laut terbesar kedua setelah RRT akibat sampah plastik; (2) Indonesia hasilkan sampah plastik 6,8 juta ton/tahun, terus tumbuh 5%/tahun; (3) Sekitar 4,8 juta ton/tahun sampah plastik salah kelola; (4) Sebanyak 48% sampah plastik dibakar secara terbuka; (5) Sebanyak 13% sampah plastik dibuang di tempat penimbunan terbuka resmi. Sementara sampah plastik yang mengalir ke laut sekitar 30%.

Laporan selama ini, tambah Bagong, RTT merupakan pencemaran laut terbesar di dunia, disusul Indonesia. Sejumlah media Amerikat Serikat merilis bahwa negara adidaya itu juga merupakan salah satu negara sumber pencemaran yang besar. Brooklyneagle.com menulis judul "Plastic trash in the ocean is a global problem, and the US is the top source" (Dec 8, 2021). Opini itu ditulis Matthew Savoca dan Anna Roback.

Menurut Bagong, berdasarkan dokumentasi riset, pencemaran laut terjadi pada akhir 1960-an dan 1970-an. Publik dan para pakar tertarik terhadap isu yang meledak pada awal 2000an setelah oceanographer Charles Moor menyajikan perhatiannya terhadap Great Pacific Garbage Patch - suatu wilayah tengah Pasifik Utara, yang dipenunhi sampah mengambang sepanjang ratusan miles.

Kemudian Scroll.in (11 Desember 2021) menyajikan thema marine pollution: "Plastic pollution is threatening the wolrd's oceans - and the US share much of the blame". Amerika merupakan salah satu produsen plastik terbesar di dunia. Laporan baru National Academies of Science, Engineering and Medicine mengungkap dengan jelas, bahwa the United States is a big part of the problem.

Dalam laporan itu menunjukkan, tambah dia, bahwa Amerika Serikat memproduksi bagian besar dari suplai global plastik resin (plastik pembukus makanan) - material pendahulu untuk semua plastik industri dan produk-produk konsumen. Juga melakukan imports dan exports plastik nilainya miliaran dolar AS setiap tahun.

Meskipun dunia menginginkan perubahan dalam menggunakan plastik dan beralih pada plastik ramah lingkungan, namun sebagian orang, seperti pemulung dan pengepul masih tergantung pada beberapa jenis plastik. Karena sampah plastik masih memiliki nilai ekonomi. Harga plastik gabrugan/campuran 1.000-1.400 rupiah/kg. Jika sudah dipilah, harga PP gelas 4.500 rupiah/kg, botol mineral/PET 4.000-4.500 rupiah/kg, LD 5.000-6.000 rupiah/kg, ember 2.500 rupiah/kg. Harga plastik kantong kresek 450-500 rupiah/kg.

Kemampuan pemulung mengais sampah di TPA/TPST rata-rata 1-1,5 kw sampah gabrukan. Jika tenaga kuat, sehat dan gigih bisa mendapat 2 kw. Sampah hasil pungutan dibawa pulang, terus sortir. Seminggu atau dua minggu sekali menimbang pada bos/pengepul terdekat.

Plastik tersebut, tambah Bagong, ketika dicacah harganya semakin tinggi, dan setelah jadi biji plastik (bahan baku jadi) lebih tinggi beberapa kali lipat. Karena bahan setengah jadi dan siap ini merupakan material yang dibutuhkan industri daur ulang. Pemulung dan pelapak menjadi kontributor utama penyediaan bahan baku industri daur ulang, terutama plastik. Dukungan teknologi akan mampu meningkatkan nilai tambah.

Potensi industri daur ulang plastik, tambah dia, misal memiliki kapasitas 1 juta ton menyerap tenaga kerja 20.000 orang. Potensi daur ulang kertas dari 48 perusahan, total kapasitas 8,2 juta ton menyerap tenaga kerja 125 ribu orang. Total kebutuhan kertas daur ulang 6,4 juta ton, dimana 50% dipenuhi dari dalam negeri. (Kementerian Perindustrian RI, 2021).

Sayangnya, tidak semua plastik diminati pemulung dan pelapak, karena tidak laku dijual. Artinya, dianggap tidak punya nilai ekonomi, tidak bisa dikembalikan menjadi sumber daya dalam konteks circular economy. Alasanya belum ada teknologinya atau biaya pengolahan sangat mahal. Misal, sejumlah plastik kemasan yang bentuknya kecil-kecil, seperti plastik berbagai kemasanan jajanan anak-anak, bekas kemasan mi instan.

"Sampah kemasan plastik yang kecil-kecil dan berupa potongan kecil-kecil menjadi masalah serius, kini semakin menumpuk di TPA/TPST. Hampir semua TPA/TPST dipenuhi jenis sampah ini. Lalu siapa yang bertanggung jawab," kata Bagong.

Sampah plastik kemasan itu menjadi tanggung jawab perusahaan karena memproduksinya. Pasal 14 UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, menyatakan: "Setiap produsen harus mencamtukan label atau tanda yang berhubungan dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya".

Selanjutnya, Pasal 15 UUPS menyatakan: "Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam".

Keinginan pemerintah agar perusahaan melakukan pengurangan kemasan butuh waktu, setidaknya perlu roadmap selama 10 tahun. Tampaknya pemerintah melalui sejumlah kementerian berupaya untuk mengurangi sampah plastik, seperti single uses plastik.

Ditjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (2019) mengungkapkan, kebijakan pengurangan plastik sekali pakai (single use plastic reduction) di kota-kota di Indonesia. Pada 2019 ada 22 kota/kabupaten menerapkan kebijakan tersebut. Seperti DKI Jakarta, Kota Banjarmasin, Kota Balipapan, Kota Surabaya, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kota Depok, Kota Padang, Kota Bogor, Kota Makasar, Kota Bekasi. Sekarang jumlahnya makin banyak.

KLHK melakukan kampanye dan kebijakan pengurangan sampah plastik melalui berbagai ivents. Juga secara kolaboratif melibatkan dunia usaha, seperti program daur ulang botol PET dengan Danone Aqua, program daur ulang karton dengan TetraPark. Kemudian Program without plastic straw, Plastic Bag, Single Use Cutlery, Single Use Drink and Styrofoam as Food Container in Hotel, Restaurant and Café (HoReCa), Single Use Plastic Reduction with Gojek and Gojek partner (gofood), dan program lainnya.

Lebih lanjut KLHK menyatakan, Sirkular Ekonomi. "Persoalan persampahan dapat diselesaikan dengan menjadikan sampah sebagai sumber daya serta pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh dengan baik. Konsep Circular Economy adalah pemikiran paling ideal, karena Indonesia masih sangat membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebagai negara sedang menuju negara maju.

Kemenko Marves (2019) memberi solusi. Sampah plastik harus dipilah berdasar geografi dan jenis plastik. Perlu tindakan dan investiasi di seluruh sistem plastik: Pertama, mengurangi atau mengganti penggunaan plastik untuk penggunaan 1 juta ton pada 2025 (13%). Kedua, merancang ulang plastik dan kemasan plastik agar dapat digunakan kembali atau didaur-ulang dengan nilai tinggi. Ketiga, menggandakan pengumpulan plastik. Keempat, menggandakan kapasitas daur ulang. Kelima, membanguan atau memperluas fasilitas pembuangan akhir terkendali. Keenam, sistem plastik yang sirkular dan bebas polusi pada 2040 dapat menurunkan biaya sistem sampah dan memaksimalkan manfaat lingkungan dan sosial.

"Kita harus berkerja kolaboratif secara sinergis, kreatif dan inovatif memilah, mengumpulkan dan mendaur-ulang sampah plastic sebanyak mungkin. Harus bekerj super keras dan system memperbaruhi data yang akurat berdasar fakta lapangan, sebagai pijakan pengambilan keputusan dan kebijakan," katanya.

Selanjutnya memberi dukungan multi-teknologi, permodalan, penguatan kelembagaan, advokasi dan informasi pasar daur ulang sangat diperlukan bagi pelaku-pelaku di tingkat basis. Aktivitas tersebut guna mendukung income pelaku semakin baik, perekonomian masyarakat dan negara. Upaya ini pula akan mampu mengurangi polusi secara signifikan, termasuk sampah plastik yang bocor ke laut lepas.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top