Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Cerita di Balik Perdamaian Adat Masyarakat Maybrat

Foto : KORAN JAKARTA/AGUS SUPRIYATNA

GLADI RESIK | Sejumlah warga Kabupaten Maybrat mengikuti acara gladi resik perdamaian adat masyarakat Maybrat, di Kumurkek, Papua Barat, Selasa (2/10).

A   A   A   Pengaturan Font

Pada Rabu, 3 Oktober 2018, ini menjadi hari istimewa bagi warga Kabupaten Maybrat, Papua Barat. Hari itu, pesta perdamaian adat masyarakat Maybrat digelar di Kumurkek. Pesta perdamaian ini digelar bertepatan dengan penetapan Kumurkek sebagai ibu kota Kabupaten Maybrat.

Masalah penetapan ibu kota kabupaten itu sempat terkatung-katung. Hampir 10 tahun lamanya, Kabupaten Maybrat tidak punya ibu kota sejak dimekarkan dari Kabupaten Sorong Selatan pada 2009. Sempat ditetapkan Kota Ayamaru sebagai ibu kota.

Namun, sebagian masyarakat menentangnya. Alhasil, penetapan ibu kota pun terkatung-katung. Sepuluh tahun lamanya, tanpa kejelasan. Bahkan di Ayamaru, sudah dibangun kantor bupati dan beberapa kantor dinas. Beberapa kantor pemerintahan masih numpang sewa di rumah warga.

Koran Jakarta berkesempatan datang ke Papua Barat. Setelah tiba di Sorong pagi hari, usai sarapan langsung meluncur ke Maybrat menggunakan mobil carteran. Jalan dari Sorong menuju Maybrat lumayan bagus. Sebagian sudah dibeton. Sebagian lainnya masih gunakan aspal. Jarak dari Sorong ke Maybrat sekitar 100 kilometer. Perjalanan dari Sorong ke Maybrat, menurut Markus, supir mobil carteran, ditempuh kira-kira empat jam.

Sepanjang perjalanan pemandangan hanya hutan. Kiri kanan jalan, pohon-pohon yang masih rimbun. Jarang ada pemukiman. Hanya sesekali ditemui pemukiman warga. Itu pun rumahnya bisa dihitung dengan jari. Tiba di Maybrat, tepatnya di Ayamaru, sekitar pukul 14.00.

Suasana Ayamaru, yang sempat dijadikan ibu kota sementara Maybrat, sepi saja. Jadi jangan bayangkan, suasananya mirip dengan ibu kota kabupaten di Jawa. Suasana lebih mirip desa kecil. Yang menarik, gereja-gereja yang dibangun cukup besar dan megah.

Perjalanan dilanjutkan ke Kumurkek. Tiba di sana sudah menjelang sore. Di sebuah lapangan di atas bukit, pesta perdamaian adat akan digelar. Di bukit yang sama sudah tampak gedunggedung perkantoran yang telah dibangun megah. Saat tiba di sana, digelar proses gladi bersih pesta perdamaian adat.

Gladi Bersih

Dari prosesi gladi bersih itu Koran Jakarta tahu ada cerita tragedi di balik pesta perdamaian adat masyarakat Maybrat. Ada tragedi terbunuhnya seorang pemuka suku yang dilakukan kelompok suku lain di Maybrat. Seperti diketahui ada tiga suku besar di Maybrat, yakni Ayamaru, Aifat, dan Aitinyo.

Yang terbunuh itu berasal dari Suku Aitinyo. Dia meninggal dalam rusuh menjelang pemilihan kepala daerah digelar di Maybrat. Pelakunya berasal dari suku Aifat yang kebanyakan mendiami daerah Kumurkek. Kini, setelah berseteru, ketiga suku bersepakat berdamai. Prosesi perdamaian digelar dalam sebuah pesta perdamaian adat.

Yang menarik, pengganti nyawa pemuka suku yang meninggal. Sebagai alat perdamaian, dibayar memakai tiga kain pusaka yang disepakati tiga suku. Tiga kain pusaka itulah yang jadi pengganti nyawa pemuka Suku Aitinyo yang meninggal dalam kerusuhan. Tiga kain pusaka itu diberikan kepada Suku Aitinyo oleh Suku Aipat, untuk pengganti kepala, dua tangan dan dua kaki korban meninggal.

"Ya benar waktu pilkada memang ada bentrokan yang menelan korban jiwa," kata Pak Dance, pegawai Pemda Maybrat saat berbincang dengan Koran Jakarta.

Waktu itu saat pendaftaran calon, kantor KPU setempat diserbu sekelompok massa dari Suku Aifat. Bentrok tidak terhindarkan. Dalam bentrok itulah, pemuka Suku Aitinyo terbunuh. Sejak saat itu muncul bara antar ketiga suku. "Ya mudah-mudahan setelah ini tidak ada pertikaian," kata Pak Dance. agus supriyatna/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top