Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Buruh Sawit Harus Dilindungi dari Paparan Covid-19

Foto : Istimewa

Ilustrasi buruh sawit.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA -Pemerintah diminta melindungi buruh sawit dari ancaman terpapar Covid-19. Sebab,kondisi buruh perkebunan sawit semakin memburuk dengan adanya pandemi Covid-19.

"Selama pandemi Covid-19, buruh perkebunan sawit mengalami kesulitan pada tiga aspek utama yaitu perlindungan kesehatan, jaminan pendapatan dan pekerjaan, serta akses terhadap kebutuhan pokok," kata Rizal Assalam, Koordinator Transnational Palm Oil Labour Solidarity (TPOLS) dalam keterangannya yang diterima Koran Jakarta, Minggu (15/8).

Menurut Rizal, pandemi Covid-19 semakin jelas menunjukkan kerentanan yang selama ini dialami oleh buruh perkebunan sawit. Ia juga melihat bahwa situasi pelik yang dihadapi oleh buruh perkebunan sawit sawit dan keluarganya tidak bisa dibiarkan.

"Kami mendesak pemerintah nasional dan perusahaan untuk bersungguh-sungguh menjamin perlindungan buruh dan keluarganya dari dampak kesehatan maupun ekonomi akibat pandemi Covid-19," ujarnya.

Rizal juga meminta secara khusus kepada pemerintah Malaysia agar menghentikan seluruh operasi penangkapan terhadap buruh migran dan perlakuan tidak manusiawi selama proses penahanan di Pusat Tahanan Sementara. Pemerintah Indonesia juga harus memastikan proses pemulangan buruh migran dan keluarganya tidak melecehkan sedikit pun derajat kemanusiaan.

Sementara itu, Zidane dari Sawit Watch mengatakan situasi keterisolasian perkebunan sawit tidak membuat buruh terbebas dari risiko terpapar. Sebab pada tahun 2020 saja misalnya, sejumlah buruh perkebunan sawit dilaporkan terpapar virus Covid-19. Sepanjang Juli lalu, pihaknya juga menerima informasi sejumlah buruh perkebunan sawit di Kalimantan dan Papua terpapar Covid-19. "Jika dikalkulasi jumlahnya mencapai lebih dari 150 kasus," kata Zidane

Laporan jumlah kasus Covid-19 di buruh perkebunan sawit, lanjut Zidane, memang tampak tidak sebanyak di perkotaan. Namun, angka sesungguhnya berpotensi lebih besar.

"Kami mengkhawatirkan laporan jumlah buruh perkebunan sawit di Indonesia yang terpapar Covid-19 seperti fenomena gunung es. Kondisi dimana buruh perkebunan sawit sulit mengakses uji PCR, alat pelindung diri yang tidak memadai dan ketidakterbukaan perusahaan menimbulkan kekhawatiran jumlah buruh yang terpapar tidak diketahui pasti," tuturnya.

Pernyataan senada diungkapkan kata Ismet Inoni dari GSBI. Kata Ismet, perkebunan sawit seperti di wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan tidak menyediakan masker medis yang direkomendasikan oleh WHO dan alat pelindung diri untuk mencegah penularan virus.

"Situasi ini mengulang cerita buruknya standar kesehatan dan keselamatan kerja, terutama mengenai alat pelindung diri yang tidak pernah sesuai risiko kerja dan selalu tersedia setiap saat," katanya.

Lebih jauh menurut Ismet, mengatakan sebagian besar pekerjaan di perkebunan sawit adalah pekerjaan dimana buruhnya berjarak satu sama lain. Namun itu jangan kemudian dijadikan alasan sehingga perusahaan lalai memenuhi kewajibannya mencegah penyebaran dan meminimalisir resiko terpapar.

Sedangkan Dianto Arifin dari SEPASI menyatakan selama pandemi covid -19 buruh kesulitan membeli bahan pokok dengan harga terjangkau. Pembatasan mobilitas yang diterapkan perusahaan menyulitkan buruh untuk membeli kebutuhan pokok dengan harga murah di luar area perkebunan.

"Akibatnya buruh harus membeli kebutuhan pokok di dalam areal perkebunan dengan harga lebih mahal," kata Dianto Arifin.

Serikat Pekerja Nasional wilayah kalimantan Timur Kornelis WG juga menyatakan hal serupa. Kata dia, pada banyak kasus, pemukiman buruh yang padat dan kewajiban mengikuti apel pagi berpotensi menjadikan virus ini lebih cepat menyebar. Selain itu, buruknya infrastruktur jalan dan akses fasilitas publik telah lama menyulitkan buruh perkebunan sawit dan keluarganya mendapatkan layanan kesehatan.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top