Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Insentif Fiskal - Pemerintah Akan Pangkas Pajak Bunga Obligasi Infrastruktur Jadi 5% dari 15%

Bunga Kredit Bank Berpotensi Naik

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Rencana pemerintah menurunkan pajak surat utang atau obligasi infrastruktur dikhawatirkan akan menekan likuiditas perbankan sehingga akhirnya berdampak pada kenaikan bunga kredit.

Namun, bankir menegaskan insentif fiskal dari pemerintah tersebut tak akan menggerus likuiditas perbankan. Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menyatakan penurunan pajak bunga surat utang atau obligasi infrastruktur dinilai efektif bisa menghimpun pendanaan.

Namun di sisi lain, dia memperingatkan pemangkasan tersebut dikhawatirkan menambah tekanan terhadap likuiditas perbankan sehingga pada akhirnya mendorong perbankan menaikkan suku bunga simpanan serta selanjutnya kredit. "Ada perbedaan cukup mendasar karena kalau pajak atas bunga simpanan perbankan, misalnya deposito, sebesar 20 persen, sementara untuk obligasi turunnya hingga menjadi lima persen dari 15 persen.

Akan ada tekanan pada bank dalam menghimpun simpanan (Dana Pihak Ketiga/ DPK)," kata Tauhid Ahmad, di Jakarta, Senin (24/6). Menurut Tauhid, sebelum pajak bunga obligasi dipangkas, daya tarik instrumen simpanan perbankan sudah tak kompetitif dibandingkan kisaran imbal hasil (yield) berbagai jenis obligasi.

Dia mencontohkan imbal hasil obligasi korporasi saat ini bervariasi di kisaran 8-9,25 persen. Sedangkan bunga simpanan yang ditawarkan perbankan dan dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS ) maksimal tujuh persen.

"Ambil dengan skenario jangka pendek dengan bunga obligasi delapan persen maka apabila investor investasi 100 juta rupiah maka imbal hasil yang didapatkan setelah bunga obligasi diturunkan dari 15 persen menjadi 5 persen menjadi sebesar 7,6 juta rupiah. Tetapi, apabila investor tetap menanamkan pada bunga deposito dengan bunga paling tinggi saat ini itu dapatnya cuma tujuh persen. Setelah itu, imbal hasilnya akan dikurangi pajak hingga 20 persen," papar dia.

Maka dari itu, Tauhid menyimpulkan terdapat potensi tekanan terhadap likuiditas perbankan dengan rencana penurunan pajak bunga obligasi. Menurut data per April 2019, dari total keseluruhan pendanaan perbankan, sebanyak 84 persennya berasal dari DPK.

Stimulasi Investasi

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan akan memangkas pajak penghasilan (PPh) bunga obligasi menjadi lima persen dari yang sebelumnya berlaku sebesar 15 persen. Rencana penurunan tarif pajak atau PPh final bunga obligasi ini rencananya menjadi salah satu insentif fiskal yang bakal dikeluarkan pemerintah guna mendorong investasi.

Selain insentif tersebut, pemerintah juga bakal memangkas tarif PPh badan. Rencana pemerintah menurunkan bunga obligasi sebenarnya sudah lama dikaji. Penurunan tarif obligasi juga diharapkan meningkatkan pendalaman pasar keuangan.

Saat ini, pajak bunga obligasi dipatok 15 persen untuk wajib pajak (WP) dalam negeri dan 20 persen bagi wajib pajak luar negeri sesuai PP Nomor 100 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.

Sementara itu, PT Bank OCBC NISP Tbk menganggap tak ada tekanan signifikan pada likuiditas perbankan terutama DPK jika pemerintah memangkas PPh bunga obligasi. Presiden Direktur OCBC NISP, Parwati Surjaudaja, mengatakan sasaran bisnis dari investor peminat obligasi terkait infrastruktur yang notabene obligasi korporasi berbeda dengan sasaran bisnis peminat instrumen investasi di perbankan seperti deposito.

Dia meyakini meskipun daya tarik obligasi meningkat karena pajak bunga yang menurun, simpanan atau investasi di perbankan tidak akan tergerus berpindah ke obligasi.

Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top