Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kenaikan Harga Pangan I Pejabat Melempar Tanggung Jawab dengan Menyalahkan Petani

Bulog Sulit Serap Gabah Petani dengan Harga di Bawah Biaya Produksi

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pernyataan beberapa pihak terutama pejabat pemerintahan dan asosiasi yang seolah menyalahkan petani atau produsen sebagai salah satu pemicu kenaikan harga beras merupakan sikap kurang terpuji dari pejabat publik. Bahkan, terkesan pejabatnya tidak mengerti masalah dan cenderung mengambinghitamkan petani untuk membenarkan kebijakannya.

Kebiasaan pejabat publik yang cuci tangan dan melempar tanggung jawab ke pihak yang tidak berdaya itu seharusnya jadi pertimbangan Presiden dalam menempatkan pejabat negara sekaligus mencopot mereka kalau memang tidak kompeten.

Para pejabat yang cenderung menyalahkan petani itu mulai dari Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi, Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi, dan Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey.

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, yang diminta pendapatnya di Jakarta, Selasa (13/2), mengatakan para pejabat itu mungkin tidak paham atau tidak tahu kalau biaya produksi di petani sudah hampir tujuh ribu rupiah per kilogram (kg) untuk gabah kering panen (GKP).

"Pemerintah melalui Bulog tidak akan bisa menyerap hasil panen kalau menetapkan harga beli di bawah biaya produksi petani. Hal itu terjadi sebab pemerintah tidak bisa menjalankan peran untuk menstabilkan harga karena tidak punya cadangan beras," tegas Qomar.

Sebagai solusinya dalam jangka pendek adalah menyesuaikan harga pembelian pemerintah (HPP) pada tingkat harga yang menguntungkan petani.

"HPP bagusnya minimal di harga 7.000 rupiah per kg untuk GKP. Di harga ini, petani sudah dapat sedikit untung, jangan memaksakan HPP masih 5.000 rupiah per kg," katanya.

Qomar mengatakan kekurangan pasokan beras di pasar tidak sepenuhnya karena penurunan produksi imbas El Nino. Sebab, sebenarnya masih banyak stok di petani hanya mereka tidak mau jual ke pemerintah (Bulog), karena HPP terlalu murah dan merugikan petani.

"Sudah harganya murah, speknya juga susah dipenuhi akhirnya. Harga yang murah juga bikin malas petani untuk produksi," jelas Qomar.

Kriteria ketat yang ditetapkan Bulog, kata Qomar, bisa juga hanya siasat agar punya dalih untuk impor.

"Memang lebih senang impor sepertinya, namun jangka panjangnya yang ngeri jika bergantung pada impor," katanya.

Atasi Lonjakan Harga

Kendati mengkritik beberapa pejabat, dia mengapresiasi solusi yang disampaikan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, yang berjanji meningkatkan produksi beras di Indonesia untuk mengatasi lonjakan harga kebutuhan pokok itu. Langkah itu dinilai sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi kebergantungan pada impor.

"Kita tingkatkan produksi karena produksi mutlak kita tingkatkan kalau ingin menurunkan harga beras. Ini bukan hanya harga beras Indonesia saja, tetapi harga beras dunia," kata Mentan.

Dia menjelaskan bahwa sejak Desember 2023 hingga Januari 2024, pemerintah telah menanam komoditas padi di lahan seluas empat juta hektare yang diharapkan bisa memproduksi beras 5-8 ton per hektare.

Tanaman yang sudah ditanam (standing crop) sejak Desember tahun 2023 seluas 1,5 juta hektare ditambah 1,7 juta hektare pada Januari 2024 sehingga totalnya mencapai 3,2 juta hektare, dan masih ditambah produksi bulan ini di lahan seluas satu juta hingga 1,5 juta hektare.

"Sekarang ini kita mempercepat tanam di Pulau Jawa karena produksi di Pulau Jawa, Lampung 70 persen produksi ada di sana. Jadi, kita melakukan percepatan tanam di Jateng, Jatim, Jabar, sementara di luar Jawa, di Lampung, Sumsel, Sumut, Sulsel dan NTB. Kita fokus pada lumbung pangan Indonesia," katanya.

Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, mengatakan salah satu penyebab adanya kelangkaan di sejumlah ritel modern dan mahalnya harga beras hampir di seluruh wilayah Indonesia karena naiknya harga gabah di semua sentra produksi.

"Di tingkat produsen gabahnya sudah 8.000-an, di daerah produksi harga berasnya sudah 15 ribuan per kg," kata Bayu.

Dia menyampaikan hampir seluruh wilayah Indonesia menjual beras di atas harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 13.900 per kilogram, sedangkan untuk harga pembelian pemerintah (HPP) gabah hanya 5.000 rupiah per kg.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top