Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Keuangan Negara

BPK Khawatir Pemerintah Tidak Mampu Bayar Utang

Foto : SUMBER: KEMENKEU, DPR RI
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam hasil auditnya terhadap laporan keuangan pemerintah pusat 2020 meminta pemerintah mewaspadai penambahan utangnya. Sebab, trend penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara, sehingga dikhawatirkan pemerintah tidak mampu untuk membayarnya.

Ketua BPK, Agung Firman Sampurna dalam rapat paripurna di DPR, Selasa (22/6) mengatakan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun lalu sebesar 1.647,78t triliun rupiah atau mencapai 96,93 persen dari anggaran. Sementara itu, realisasi belanja negara sebesar 2.595,48 triliun rupiah atau mencapai 94,75 persen dari anggaran, sehingga defisit mencapai 947,70 triliun rupiah atau 6,14 persen dari PDB.

Kendati demikian, realisasi pembiayaan mencapai 1.193,29 triliun rupiah atau sebesar 125,91 persen dari nilai defisitnya, sehingga terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) sebesar 245,59 triliun rupiah.

"Ini berarti pengadaan utang tahun 2020 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit," kata Agung.

Utang tahun lalu itu jelas Agung telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR). Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen melampaui rekomendasi IMF di rentang 25- 35 persen.

Selain itu, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen atau lebih tinggi dari rekomendasi IDR sebesar 4,6- 6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-19 persen. Demikian juga rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 92- 167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90- 150 persen.

Per Desember 2020, utang pemerintah tercatat sebesar 6.074,56 triliun rupiah melonjak tajam sebesar 1.296,56 triliun rupiah dibanding akhir Desember 2019 yang tercatat 4.778 triliun rupiah.

Belajar dari Krisis

Manager Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi yang diminta pendapatnya mengingatkan pemerintah untuk belajar dari krisis ekonomi pada 1998 lalu. Fasilitas bantuan yang ditawarkan lembaga kreditor seperti Bank Dunia dan IMF justru memperpuruk kondisi perekonomian nasional, apalagi krisis ekonomi yang berdampak pada krisis sosial.

Sementara pemerintah malah berdalih bantuan akan meningkatkan efisiensi di sektor keuangan. "Bagaimana mau efisien kalau kemudian justru mengambil kebijakan menambah utang, ini kebijakan yang aneh," kata Badiul.

Upaya pemulihan ekonomi nasional melalui skema utang seperti yang didiktekan bank dunia, justru akan menjadi beban keuangan negara. "Jangan sampai kebijakan ini dipaksakan karena tidak maksimalnya kinerja pemerintah dalam meningkatkan pendapatan negara untuk menangani pandemi," katanya. n ers/SB/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top