Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Bom Sri Lanka

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Dunia berduka atas serangan bom yang menargetkan hotel dan gereja di Sri Lanka, Minggu (21/4). Jumlah korban tewas yang ditemukan sehari setelah insiden mencapai 290 orang dan 500 orang dilaporkan luka-luka. Sampai saat ini masih ada sekitar 25 jenazah belum teridentifikasi, diyakini sebagai warga negara asing. Teror bom Sri Lanka ini tercatat sebagai aksi kekerasan terburuk sejak berakhirnya perang sipil negara ini, sepuluh tahun lalu. Ledakan bom terjadi di empat hotel, tiga gereja, dan satu rumah.

Gereja yang menjadi sasaran aksi teror bom adalah Gereja St Anthony di Kolombo, Gereja St Sebastian di Negombo, dan Gereja Zion di Batticaloa. Tiga hotel bintang lima di Kolombo adalah Cinnamon Grand, Shangri La, dan Kingsbury. Satu bom meledak di sebuah hotel kecil dekat kebon binatang, dan satu bom lainnya meledak di sebuah rumah saat penggerebekan oleh petugas keamanan.

Belum ada yang mengaku bertanggung jawab terhadap serangan teror ini. Pihak berwenang telah menahan 24 orang. Tim penyelidik juga sedang mencari tahu kemungkinan adanya jaringan luar negeri dalam aksi teror ini. Sebuah laporan intelijen menunjukkan, rencana serangan itu 10 hari sebelum kejadian dan menyebut kelompok National Thowheeth Jamaath (NJT), yang mendukung ISIS.

Kita menyampaikan simpati dan dukacita mendalam bagi keluarga korban tragedi bom Sri Lanka ini. Aksi para pelaku menambah luka kemanusiaan. Apalagi serangan bom itu menarget umat Kristiani yang sedang melakukan aktivitas keagamaan, perayaan Hari Paskah.

Kita sepakat segala tindakan kekerasan apalagi yang menebarkan teror, kebencian, dan pembunuhan bertentangan dengan ajaran agama mana pun, apa pun motifnya. Kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan masalah, malah menimbulkan kekerasan baru. Peristiwa seperti itu mengingatkan kita untuk tidak pernah menoleransi segala bentuk intoleransi dan kekerasan di bumi.

Ini merupakan serangan barbar terhadap orang-orang yang sedang beribadah pada hari suci umat Kristiani. Ini juga mengingatkan, perang melawan teror harus menjadi agenda utama internasional. Terorisme merupakan ancaman global dan harus dilawan bersama. Kita harus berdiri bersama untuk memastikan tidak seorang pun perlu merasa takut saat menjalankan keyakinannya.

Masa lalu, Sri Lanka memang dipenuhi dengan kekerasan berdarah, perang saudara melibatkan etnis mayoritas Buddha. Negara Asia Selatan ini perang saudara selama hampir 30 tahun, sebelum berakhir pada 2000-an. Setelah itu, Sri Lanka menikmati masa relatif tenang sampai terjadi ledakan di delapan lokasi pada Minggu kemarin itu.

Selain itu, Sri Lanka juga mengalami krisis politik yang mencapai puncaknya tahun lalu. Upaya menggulingkan perdana menteri menimbulkan krisis konstitusi berlarut-larut yang mengancam perpecahan serta menimbulkan kekerasan. Negara tersebut pernah memiliki dua perdana menteri (PM) yang diumumkan bersamaan.

Presiden Maithripala Sirisena memutuskan memberhentikan Ranil Wickremesinghe sebagai PM pada Oktober 2018. Sebagai pengganti, dia menunjuk mantan presiden dan orang kuat, Mahinda Rajapaksa. Namun ternyata, Rajapaksa tak punya dukungan suara yang cukup di parlemen untuk menguatkan posisinya sebagai PM.

Krisis pemerintahan selama dua bulan membuat pemerintahan mandek. Bentrokan silih berganti di jalan-jalan. Ribuan pendukung kedua kubu saling berhadapan. Bahkan, keributan menjalar ke parlemen, di mana anggotanya saling baku hantam. Krisis berujung pada pengunduran diri Rajapaksa dan naiknya Wickremesinghe menjadi perdana menteri sampai sekarang.

Serangan bom ini membunuh banyak orang tidak berdosa dan tampaknya merupakan sebuah upaya terkoordinasi untuk menciptakan pembunuhan, kekacauan, dan anarki di Sri Langka.

Komentar

Komentar
()

Top