Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penanggulangan Terorisme

BNPT: RAN PE Ke-2 Akan Perkuat Deradikalisasi

Foto : ANTARA/HO-BNPT RI

Kegiatan Diskusi Kelompok Terarah Tematik Perpres RAN PE Tahun 2025-2029 di Depok, Jawa Barat, Senin (29/7/2024).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT) menegaskan bahwa Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) periode ke-2 akan memperkuat kebijakan deradikalisasi dan pemutusan kekerasan (disengagement).

Direktur Bidang Kerjasama Regional Multilateral BNPT Dionisius Elvan Swasono mengatakan BNPT melalui Sekretariat Bersama (Sekber) RAN PE berencana mengevaluasi kebijakan dalam rangka penguatan kebijakan deradikalisasi dan pemutusan kekerasan tersebut.

"Saya berharap kita semua dapat melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang selama ini berjalan sebagai bahan masukan untuk menguatkan kebijakan deradikalisasi dan disengagement dalam RAN PE fase kedua," ucap Dion dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (30/7).

Dalam kegiatan Diskusi Kelompok Terarah Tematik Perpres RAN PE Tahun 2025-2029 di Depok, Jawa Barat (29/7), Dion menjelaskan salah satu strategi baru untuk menguatkan kebijakan deradikalisasi berupa penambahan masa program bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang masih tergolong "merah" atau berpotensi melakukan aksi kembali.

Menurut dia, setiap orang yang sudah menjalani masa hukuman merupakan orang yang sudah melewati program deradikalisasi, tetapi apabila ada pihak yang masih tergolong "merah" maka BNPT akan memberikan penambahan masa deradikalisasi kembali. "Program semacam ini sudah diadopsi oleh negara tetangga kita yakni Australia," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Sub Direktorat Bina Lapas Khusus Teroris BNPT Kolonel Marinir Wahyu Herawan mengatakan salah satu tantangan deradikalisasi yang selama ini dihadapi peserta, yaitu langkah antisipasinya.

Dirinya berpendapat keberhasilan program perubahan ideologi sulit diukur jika sasaran melakukan taqiyyah (berpura-pura). "Ini memang tricky, tapi kami melakukan antisipasi dengan tidak menyebarluaskan metode tes kami dan kami punya tools sendiri," ujar Wahyu.

Sementara itu, Executive Director Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andire sebagai perwakilan organisasi masyarakat sipil memberikan rekomendasi agar dilakukan peninjauan atas setiap program yang dijalankan.

"Perlu dilakukan review berkala secara reguler untuk menilai berhasil tidaknya program deradikalisasi atau disengagement, baik yang dilakukan oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, maupun CSO," ujar Taufik.

Adapun diskusi kelompok terarah tersebut merupakan diskusi yang ketujuh dan diselenggarakan dengan tema "Deradikalisasi dan Pemutusan Kekerasan (Disengagement) untuk Rehabilitasi dan Reintegrasi".


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top