Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebakaran Hutan

BMKG Deteksi 25 Titik Panas di Sumatera

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

PEKANBARU - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan sebanyak 25 titik panas (hot spot) yang menjadi indikasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terdeteksi di sejumlah provinsi di Pulau Sumatera. Jumlah tersebut berdasarkan pantauan Satelit Terra & Aqua pada Senin (5/3) pagi.

"Berdasarkan informasi BMKG Stasiun Pekanbaru yang diperbarui pukul 06.00 WIB, titik panas paling banyak berada di Provinsi Bengkulu dengan 10 titik. Disusul Riau dengan tujuh titik, Kepulauan Riau enam titik, serta Jambi dan Sumatera Selatan masing-masing satu titik," kata Kepala BMKG Stasiun Pekanbaru, Sukisno, di Pekanbaru, kemarin.

Tujuh hot spot di Riau berada di Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak dua titik. Kemudian, ada masing-masing satu titik di Kabupaten Indragiri Hulu, Rokan Hulu, Pelalawan, Kampar, dan Kota Dumai.

Dari jumlah tersebut, ada dua titik yang memiliki tingkat keakuratan di atas 70 persen sehingga bisa dipastikan karhutla. Kabupaten Meranti satu titik dan Rokan Hulu satu titik.

Sukisno menambahkan potensi hujan ringan hingga sedang yang dapat disertai petir dan angin kencang berpeluang terjadi di sebagian wilayah Riau. Terhitung sejak 19 Februari hingga 31 Mei 2018, Riau sudah berada pada status siaga darurat karhutla.

Pemerintah Provinsi Riau menetapkan kondisi ini karena pada awal tahun 2018 terjadi peningkatan jumlah titik panas dan luas karhutla yang sangat signifikan.

Bertambah Luas

Data terakhir Satgas Karhutla Riau menunjukkan luas lahan yang telah terbakar sejak 14 Januari mencapai sekitar 849,5 hektare. Data kebakaran yang terakhir diperbarui pada akhir pekan lalu, terdapat penambahan luas lahan terbakar di Desa Teluk Bakau, Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, seluas sekitar 20 hektare.

Penyebaran kebakaran lahan di Riau, antara lain berada di Kabupaten Kepulauan Meranti seluas 218 hektare, Siak (130 hektare), Indragiri Hulu (121,5 hektare), Bengkalis (117 hektare), Dumai (109,25 hektare), Pelalawan (56 hektare), Pekanbaru (31 hektare), Rokan Hilir (26 hektare), Indragiri Hilir (24 hektare), Kampar (15,25 hektare), dan Rokan Hulu (1 hektare).

Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan kekerapan dan kekuatan bencana semakin tinggi karena laju kerusakan lingkungan jauh lebih cepat dibanding upaya pemulihannya.

"Laju kerusakan hutan rata-rata 750.000 hektare hingga satu juta hektare setiap tahun. Kemampuan pemerintah untuk rehabilitasi hutan dan lahan rata-rata maksimum 250.000 hektare per tahun," kata Sutopo.

Fungsi sungai juga cenderung menurun sehingga daerah aliran sungai (DAS) menjadi kritis. Luas lahan kritis di Indonesia mencapai 24,3 juta hektare. Salah satu penyebab kerusakan lingkungan adalah peningkatan kebutuhan lahan, baik untuk keperluan pertanian, industri maupun permukiman yang tidak diimbangi dengan pengaturan tata ruang berbasis bencana, termasuk urbanisasi.

"Selain itu, perilaku masyarakat juga masih belum memperhatikan aspek lingkungan seperti menjadikan sungai tempat pembuangan sampah dan penebangan liar," tuturnya.

Menurut Sutopo, selain faktor manusia yang menyebabkan kerusakan lingkungan, faktor pemanasan global, perubahan iklim, dan cuaca ekstrem juga memperparah dampak bencana. Kemampuan mitigasi bencana secara umum juga masih belum memadai, baik mitigasi secara struktural maupun nonstruktural. n eko/SM/Ant/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top