
BKSDA Maluku lepasliarkan tujuh ekor burung endemik di Hutan Aru
Petugas BKSDA Maluku saat melakukan pelepasliaran burung endemik di Hutan Kepulauan Aru.
Foto: ANTARA/Winda HermanAmbon, 11/3 - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku melepasliarkan sebanyak tujuh burung endemik hasil penyelamatan dari peredaran ilegal, di kawasan Hutan Desa Durjela, Kabupaten Kepulauan Aru.
Burung-burung tersebut terdiri dari empat Nuri Aru (Chalcopsitta scintillata) dan tiga Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus), yang sebelumnya telah menjalani rehabilitasi di Stasiun Konservasi Satwa Dobo.
“Ketujuh burung yang dilepasliarkan merupakan hasil penyitaan dari aktivitas perdagangan tumbuhan dan satwa liar ilegal yang berhasil diamankan oleh petugas Resort KSDA Dobo,” kata Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku Seto, di Ambon, Selasa.
- Baca Juga: Penanganan pascabanjir Bogor
- Baca Juga: Khofifah gelar misi dagang dan penguatan pasar ke Maluku Utara
Setelah diselamatkan, kata dia, burung-burung tersebut mendapatkan perawatan intensif, termasuk masa karantina dan rehabilitasi, sebelum dinyatakan siap kembali ke habitat aslinya.
Ia menyatakan pelepasliaran ini merupakan bagian dari upaya konservasi untuk menjaga kelestarian satwa endemik Maluku, khususnya di Kepulauan Aru, yang menjadi habitat alami berbagai jenis burung langka.
“Pelepasliaran ini menjadi langkah penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan populasi satwa liar di alam,” ujarnya.
BKSDA Maluku terus berupaya menekan peredaran satwa ilegal dengan meningkatkan pengawasan serta memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perlindungan satwa endemik.
BKSDA Maluku mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah daerah, organisasi lingkungan, dan komunitas pecinta alam, untuk terus mendukung upaya konservasi satwa liar.
Masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam pelestarian dengan tidak menangkap, memperjualbelikan, atau memelihara satwa liar yang dilindungi.
“Upaya bersama ini diharapkan dapat mencegah kepunahan spesies khas Maluku dan memastikan kelangsungan hidup mereka di alam bebas,” ucap Seto.
Dengan pelepasliaran ini, ia juga berharap burung-burung tersebut dapat beradaptasi dengan lingkungan alaminya dan berkembang biak untuk menjaga populasi mereka di alam liar.
Keberhasilan pelepasliaran satwa juga bergantung pada ekosistem yang sehat dan minimnya gangguan dari aktivitas manusia, seperti perburuan dan perambahan hutan.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa "Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta (Pasal 40 ayat 2)".
Berita Trending
- 1 Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap Interpol
- 2 Didakwa Lakukan Kejahatan Kemanusiaan, Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap
- 3 Peran TPAKD Sangat Penting, Solusi Inklusi Keuangan yang Merata di Daerah
- 4 Luar Biasa, Perusahaan Otomotif Vietnam, VinFast, Akan Bangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum hingga 100.000 Titik di Indonesia
- 5 Satu Peta Hutan, Menjaga Ekonomi Sawit dan Melestarikan Hutan
Berita Terkini
-
Dukung Ketersediaan Pasokan Gas, PTP Nonpetikemas Cabang Jambi Tingkatkan Layanan Operasi melalui Pipanisasi
-
Siswa SMK Berhasil Luncurkan Roket Amatir
-
Dua Narapidana Terorisme di LP Tulungagung-Jatim Ikrar Setia pada NKRI
-
Terkait Pengelolaan GBT, Persebaya Tunggu Keputusan Pemkot Surabaya
-
Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan Membantah Telah Menyita Ikan Asin di Toko Mama Khas Banjar