Bisa Digunakan untuk Keperluan Lain

Mengapa para peneliti berusaha untuk menciptakan enamel buatan? Hal ini karena lapisan ini tidak dapat meregenerasi ketika terjadi kerusakan. Sehingga cara yang dokter sarankan untuk menjaganya adalah dengan menjaga kesehatan gigi dan mulut.
Jika dokter terpaksa harus memperbaiki enamel salah satu pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan penambalan. Biasanya perlakuan yang diterima dari dokter gigi memberi mineral fluoride secara langsung.
Penggunaan fluoride topikal ini oleh dokter gigi dilakukan sangat hati-hati. Jika dosis dan durasinya tidak benar akan dapat menyebabkan fluorosis atau munculnya garis atau bintik putih pada gigi yang bisa merusak penampilan.
"Sel-sel yang membuat email kita mati segera setelah gigi keluar dari gusi. Setengah dari dunia memiliki masalah dengan email, dan banyak yang mengarah ke kondisi yang sangat serius hingga kehilangan gigi," kata seorang insinyur biomedis di Universitas Nottingham, Alvaro Mata, dikutip dari laman science.org.
Namun, Mata mencatat, bahan baru yang terinspirasi dari enamel ini belum siap untuk dipasang pada gigi. Pasalnya email buatan belum teruji dapat terikat dengan baik dengan email alami, yang sangat penting untuk perbaikan gigi yang rusak.
"Metode ini membutuhkan bahan mentah yang dipanaskan hingga 300 derajat Celsius, dibekukan dengan hati-hati, dan kemudian dipotong menjadi bentuk dengan gergaji berlian, yang mungkin sulit di sebagian besar kantor dokter gigi," ujar dia.
Seandainya bahan enamel buatan tidak dapat diterapkan pada gigi, menurut Mata memiliki alternatif lain. Bahan tersebut bisa membantu melindungi chip elektronik halus di laptop dari tekanan berat atau bahkan jatuh.
Menciptakan kembali sifat enamel dalam skala yang lebih besar suatu hari nanti dapat membantu para insinyur merancang bahan bangunan yang dapat menahan kerusakan akibat gempa.
"Ini membuka peluang untuk semua jenis aplikasi di luar kedokteran," kata ahli kimia protein di Fakultas Kedokteran Gigi University of Southern California, Janet Moradian-Oldak. hay/I-1