Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Bingung Jalankan Industri Kreatif di Tengah Terpaan Pandemi Covid-19, Ini Kucinya untuk Bisa Sukses

Foto : ANTARA/HO-Dokpri

CEO Creative Center Indonesia (CCI) Uti Rahardjo saat bincang-bincang dalam rangka peluncuran buku berjudul “Kreatif Berbisnis Kreatif-21 Tahun Merawat Bisnis Kreatif" di Jakarta, Sabtu (8/1/2022).

A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - CEO Creative Center Indonesia (CCI) Uti Rahardjo mengatakan, berusaha untuk tangguh (resilience) menjadi kunci keberhasilan bisnis kreatif di tengah pandemi COVID-19.

"Sikap maju tak gentar ini kemudian diserap oleh armada kami sehingga nilai yang terbangun sejak awal di 'Creative Center' adalah ketangguhan," kata Uti Rahardjo dalam peluncuran buku "Kreatif Berbisnis Kreatif-21 Tahun Merawat Bisnis Kreatif" di Jakarta, Sabtu.

Ketangguhan menjadi satu kekuatan yang membuat "Creative Center" bisa bertahan hingga lebih dari 20 tahun. Istilah yang sekarang populer adalah GRIT (Guts, Resilience, Initiative, dan Tenacity) yang berarti memiliki nyali, tahan banting, penuh inisiatif dan persisten.

Sebagai praktisi di bidang periklanan, Utitelah berhasil menangani sejumlah klien di berbagai bidang di tengah pandemi meski harus melaksanakan pekerjaan dari rumah.

Peraih "Entrepreneurial Winning Women 2011" dari Ernst&Youngdan penerima Anugerah Perempuan Indonesia (API) tahun 2012 dari "Woman Review Magazine" ini selama 21 tahun berkarir di CCI selalu melakukan pekerjaannya dari rumah.

Namun dia bersyukur telah mampu beradaptasi dalam situasi rumah yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan bekerja di kantor.

Diamenghadapi tantangan yang sangat bertubi-tubi, termasuk di masa pandemi di saat banyak sektor usaha menghadapi banyak kesulitan.

"Begitu juga dengan kami, harus menghadapi tantangan yang dikhawatirkan dapat merontokkan kinerja yang sudah dibangun selama bertahun-tahun," kata Uti.

Itu sebabnya diperlukan kreativitas yang tinggi untuk bisa bertahan dengan membangun tim yang solid, mengatur arus kas perusahaan yang ketat serta mempertahankan konsumen atau klien agar bisa terus beradaptasi sehingga tetap dapat menghasilkan "revenue" yang signifikan.

"Kami telah melampaui masa pasang-surut yang memperkaya hidup dengan pengalaman yang tidak ternilai harganya," ujarnya.

Salah satu buktinya, kendati mengaku sebagai bagian dari generasi digital-analog, namun Uti dan timnya yang juga didukung oleh mereka yang mulai memahami ranah digital dengan sejumlah aplikasinya, dapat membuktikan.

"Ternyata bisa bertahan di tengah situasi yang sangat kompetitif, dengan kemampuan anak muda dengan digital 'mindset'- nya," katanya.

Memiliki jiwa yang rendah hati sebagai warisan budaya dari para leluhurnya, Uti mengatakan bahwa menjalankan bisnis itu bukan merancang sesuatu secara sempurna, melainkan mengalir saja sebagai suatu proses.

"'Business is not sains, not art, but practice'," demikian praktisi bisnis kreatif yang ingin membagikan pengalamannya dalam berbisnis kepada para generasi milenialmelalui tulisan buku karyanya ini.

Dalam derap waktu, Uti merasa menjadi generasi yang beruntung, menyaksikan dan memegang kendali bisnis melampaui masa di tahun 2000 saat peran internet, komputer serta teknologi digital belum secanggih seperti saat ini.

"Dengan modal pernah bekerja di berbagai perusahaan iklan selama lebih dari 10 tahun itu, saya memulai mendirikan perusahaan sendiri setelah menang penawaran tender salah satu perusahaan perbankan asing di Indonesia," ujarnya.

Mengaku banyak didukung sejumlah sahabatnya, Utimemiliki "asset knowledge" yang cukup berharga, sampai para klien menaruh kepercayaan (trust) yang besar sehingga kerja sama dengan mereka bisa berlangsung sampai bertahun-tahun.

Pencinta batik yang gemar bermain piano ini mengatakan untuk menjawab kebutuhan pasar bahkan perusahaan, harus membentuk satuan tugas khusus yang sangat taktis guna menjawab kebutuhan pasar.

"Dengan orientasi melayani (served) pada permintaan pasar yang sangat ketat, maka tim kami terlatih dengan tetap bekerja secara profesional," kataUti.

"Kuncinya adalah 'tidak pernah mengatakan tidak bisa' kepada klien, karena pada dasarnya kita tidak pernah tahu, mana yang benar-benar kita tidak bisa lakukan sebelum kita mencoba," katanya memberikan resep.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top