Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Ekonomi I "Trickle Down Economics" Memperlebar Ketimpangan

Biden Ubah AS Lebih Perkuat Ekonomi Kerakyatan

Foto : Sumber: US Federal Reserve Bank of St. Louis/BEA -
A   A   A   Pengaturan Font

» Trickle down economics tidak pernah berhasil dan sudah saatnya untuk menumbuhkan ekonomi dari bawah.

» Model ekonomi dari atas ke bawah lebih banyak menimbulkan kebergantungan dan polarisasi.

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, dalam laman Instagram-nya baru-baru ini mengkritik kebijakan "trickle down economics" yang dijalankan oleh pendahulunya, Donald Trump. Kebijakan dengan memberi insentif perpajakan kepada perusahaan besar dan orang kaya dengan maksud untuk memperkuat perekonomian sebenarnya tidak berjalan.

"Trickle down economics tidak pernah berhasil dan sudah saatnya untuk menumbuhkan ekonomi dari bawah (ekonomi kerakyatan-red) dan menengah atas," kata Presiden Biden.

Trickle down economics atau trickle down theory adalah memberi keringanan pajak keuntungan bagi perusahaan dan orang kaya berupa potongan yang ditujukan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.

Perekonomian yang terakselerasi diharapkan memberi manfaat kepada semua anggota masyarakat. Pertumbuhan itu diharapkan datang dari mereka yang memiliki sumber daya dan keterampilan untuk meningkatkan hasil produktif. Secara teoritis dikenal dengan "tetesan ke bawah" melalui keringanan pajak dan keuntungan bagi perusahaan serta orang kaya akan menetes ke orang lain.

Oleh para kritikus, teori tersebut dinilai bukan memperluas manfaat ekonomi hingga ke lapisan paling bawah, tetapi makin memperlebar ketimpangan pendapatan di negara yang menjalankan kebijakan itu.

Tiru AS

Menanggapi kebijakan tersebut, Guru Besar Sosiologi Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan pemerintah selayaknya fokus dengan pengembangan gerakan ekonomi dari bawah dan meniru kebijakan yang diinisiasi oleh Presiden AS, Joe Biden.

"Memang gerakan ekonomi dari bawah yang bisa macam-macam istilahnya, small industry atau di kita ekonomi kerakyatan sudah mulai banyak diadopsi oleh banyak negara," kata Bagong.

Menurut dia, model ekonomi dari atas ke bawah lebih banyak menimbulkan kebergantungan dan polarisasi, sehingga tidak ideal bagi program pemerataan ekonomi dan pembangunan yang ingin dicapai.

Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Rizal Edy Halim, mengatakan trickle down effect memang sudah tidak bisa dipertahankan. Konsep ini gagal total dan hanya menyisakan kesenjangan yang semakin lebar. "Usaha mikro kecil harus diberi ruang untuk mempersempit kesenjangan itu," jelas Rizal.

Dia mendukung pemerintah yang mengucurkan bantuan kepada Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM) selama pandemi Covid-19.

"Ekonomi itu memang harus tumbuh dari bawah. Saatnya untuk mengubah keberpihakan yang selama ini terlalu memanjakan dan memprioritaskan konglomerasi," katanya.

Dihubungi terpisah, Peneliti Senior Depertemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Fajar B Hirawan, mengatakan semua kebijakan itu sangat bergantung pada pemerintah dalam menentukan pihak mana yang hendak diperjuangkan dan diprioritaskan.

Latar belakang Trump sebagai konglomerat dinilai sebagai dasar pertimbangan dia saat itu memberi prioritas kepada kelompoknya. Kebijakannya jelas menguntungkan perusahaan besar di AS, tetapi tidak menguntungkan bagi masyarakat AS secara keseluruhan.

Hal yang perlu diidentifikasi adalah porsi masing-masing usaha dan kontribusinya terhadap perekonomian. Di Indonesia, UMKM mendominasi perekonomian dengan kontribusi lebih dari 90 persen, baik terhadap produk domestik bruto maupun ketenagakerjaan.

"Pemerintah dalam pemulihan ekonomi harus mengedepankan dan mengolaborasikan UMKM dengan usaha besar dalam rantai pasok," tutup Fajar. n SB/ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top