Biaya Investasi Teknologi bagi UMK Masih Tinggi
Digitalisasi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Foto: ANTARA/AKBAR NUGROHO GUMAYJAKARTA - Small Business Barometer Report dinilai dapat menjadi bahan pertimbangan intervensi program pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Deputi bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas Maliki, di Jakarta, Kamis (27/6), mengatakan beberapa temuan penting dalam laporan barometer research itu dapat menjadi pertimbangan untuk intervensi program pengembangan UMKM, terutama dari sisi pembiayaan dan digitalisasi UMKM.
Dalam studi tersebut, teridentifikasi tiga tantangan utama yang menghambat pertumbuhan usaha mikro kecil (UMK) di Indonesia. Mulai dari kurangnya literasi digital, dukungan struktural kurang yang memadai, serta terbatasnya akses kredit.
Penelitian yang dilakukan 60 Decibels itu memberikan pemahaman mendasar terkait kondisi yang dihadapi oleh usaha kecil di Indonesia, seperti kebutuhan pendampingan, ketersediaan kredit, ambisi, dan pemahaman digital. Selain itu, analisis yang digunakan juga sensitif terhadap isu-isu gender.
Adapun sejumlah temuan dari Small Business Barometer Report, antara lain, pertama, sebanyak 81 persen pelaku UMK sadar akan manfaat perangkat digital, tetapi 64 persen dari mereka tak memiliki keterampilan untuk menggunakan perangkat tersebut atau minim literasi digital.
Sebanyak 38 persen pemilik UMK menganggap rendahnya literasi digital, 35 persen keraguan akan teknologi yang perlu diadopsi, dan 31 persen biaya investasi teknologi terlalu tinggi sebagai isu paling mendesak yang menghambat pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan operasi bisnis mereka.
Kedua, 70 persen usaha kecil di Indonesia menganggap layanan dukungan, seperti pelatihan pengembangan usaha, manajemen keuangan, keahlian digital, dan manajemen sumber daya manusia penting bagi pertumbuhan bisnis. Kendati demikian, dua pertiga pemilik usaha kecil tidak mengakses dukungan apa pun dalam setahun belakangan. Mereka menegaskan urgensi program atau intervensi yang didesain khusus untuk meningkatkan pertumbuhan dan ketangguhan usaha kecil di Indonesia.
Selanjutnya, dua pertiga UMK tidak mengakses kredit atau pinjaman dalam 12 bulan terakhir, dan 62 persen menyatakan tak membutuhkan kredit. Fakta ini dinilai mencerminkan tren kemandirian finansial di kalangan UMK. Terakhir, persentase UMK yang dipimpin laki-laki sebesar 33 persen dan perempuan 32 persen.
Pasar Terbatas
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB. Suhartoko, mengatakan kurangnya literasi digital menyebabkan pasar UMK sangat terbatas hanya di lingkungan sekitarnya maksimum wilayah kabupaten.
"Jika UMK mampu menggunakan platform pemasaran digital maka jangkauan pemasaran akan lebih luas, bahkan sampai keluar negeri," kata Suhartoko.
Menurut Suhartoko, pendampingan dan pelatihan untuk penggunaan digital dalam bisnis mutlak dilakukan, bukan hanya jangka pendek, namun jangka panjang dan berjenjang.
Dari sisi akses kredit, dari pihak lembaga keuangan sering kali muncul kekhawatiran kredit macet untuk pinjaman UMK. Berkaitan dengan itu, skema kredit bisa dimodifikasi, dari kredit individu ke kredit kelompok.
"Ini akan menguntungkan dari sisi tanggung jawab pengembalian utang yang ditanggung bersama, dan saling mengawasi di antara anggota kelompok. Penggunaan kredit pun bisa bersama atau bergilir antar anggota," ungkapnya.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Cagub Khofifah Pamerkan Capaian Pemprov Jatim di Era Kepemimpinannya
- 2 Ini Klasemen Liga Inggris: Nottingham Forest Tembus Tiga Besar
- 3 Cawagub Ilham Habibie Yakin dengan Kekuatan Jaringannya di Pilgub Jabar 2024
- 4 Cagub Luluk Soroti Tingginya Pengangguran dari Lulusan SMK di Jatim
- 5 Cagub Risma Janji Beri Subsidi PNBP bagi Nelayan dalam Debat Pilgub Jatim