Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemunduran RDG l Meski Sudah Tahu Posisi FFR, BI Tetap Tunggu Hasil Rapat FOMC

BI Ubah Pendekatan "Preemptive"

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Dengan menunda RDG, BI justru mengirim sentimen ke pasar bahwa kenaikan Fed Fund Rate benar-benar berbahaya bagi stabilitas moneter di Indonesia.

Jakarta - Bank Indonesia (BI) menggeser jadwal rapat penentuan kebijakan dengan seluruh dewan gubernur pada pekan keempat September 2018, bukan seperti biasanya di pekan kedua atau ketiga seperti pertemuan bulanan rutin sebelumnya. BI beralasan penjadwalan itu untuk menanti kepastian dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed.

Pada akhir September mendatang memang akan menjadi momentum ketika seluruh investor global menancapkan perhatian pada rapat dewan penyusun kebijakan moneter The Fed atau komite pasar terbuka federal (FOMC). Tepatnya pada 25-26 September 2018, The Fed diperkirakan pelaku pasar global akan menaikkan suku bunga acuannya yang ketiga kali tahun ini. Sementara, BI menjadwalkan RDG pada 26-27 September 2018.

"Kami hanya tunggu pengumuman dari The Fed. Harapannya RDG kami taruh pada pekan keempat September, kami sudah tahu posisi suku bunga Federal Reserve," ujar Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo, di Jakarta, Jumat (14/9).

Bank Sentral sebelumnya mengalkulasi The Fed pada September akan menaikkan suku bunga acuannya dari level 1,75-2 persen saat ini. Kenaikan suku bunga The Fed di September akan menjadi ketiga kali, dari total perkiraan empat kali tahun ini.

Langkah penaikan suku bunga The Fed merupakan bagian dari normalisasi kebijakan moneter AS dan juga langkah untuk mengimbangi laju pertumbuhan ekonomi AS yang kencang. Namun, kenaikan suku bunga The Fed akan memancing suku bunga instrumen keuangan di AS semakin menarik. Alhasil, potensi pelarian arus modal dari negara berkembang ke negara Paman Sam akan semakin besar.

Menjelang RDG September ini, BI masih menerapkan arah kebijakan moneter yang sama dibanding sebelumnya yakni mempertimbangkan kenaikan suku bunga dengan melihat perkembangan ekonomi terbaru dari domestik dan global.

Sejak awal tahun hingga September 2018, total BI sudah empat kali menaikkan suku bunga acuan dengan dosis 125 basis poin menjadi 5,5 persen. Penaikan kebijakan suku bunga itu untuk mengantisipasi tekanan ekonomi global yang bisa melarikan modal asing di pasar keuangan Indonesia.

Strategi Menunggu

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bima Yudhistira, menilai langkah BI memundurkan jadwal rapat dewan gubernur itu strategi untuk melihat dulu perkembangan dari rapat The Fed.

Hal ini menunjukkan betapa rentannya aliran hot money atau uang panas di pasar modal dan pasar surat utang Indonesia. Sebanyak 40 persen utang pemerintah Indonesia dipegang oleh investor asing. Maka investor asing melihat arah pergerakan Fed Fund Rate (FFR) sebagai rujukan utama.

"Kalau Fed Fund Rate-nya naik, maka bunga SBN harus naik meskipun ratingnya BBB dengan outlook stabil. Dengan menunda rapat RDG, BI justru mengirim sentimen ke pasar bahwa kenaikan Fed Fund Rate benar-benar berbahaya bagi stabilitas moneter di Indonesia," ungkap Bima kepada Koran Jakarta, kemarin.

Bagi Bima, penundaan rapat ini juga menjadi ancang-ancang BI untuk menaikkan bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps atau 50 bps. Padahal, idealnya BI sebaiknya menaikkan bunga acuan sebelum rapat FOMC sebagai bentuk konsistensi kebijakan pre-emptive (antisipasi).

ers/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Antara

Komentar

Komentar
()

Top