Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Gejolak Rupiah - Kenaikan Bunga Acuan sekitar 50 Bps Penting agar Devisa Tak Terlalu Terkikis

BI Perlu Naikkan Bunga Acuan

Foto : ANTARA/Sigid Kurniawan

Gubernur BI, Perry Warjiyo

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diminta untuk lebih agresif lagi menjalankan kebijakan moneter ketat melalui instrumen suku bunga acuannya guna meredam kemerosotan rupiah terhadap dollar AS. Sebab, operasi moneter yang dilakukan BI melalui intervensi pasar belum cukup efektif menekan kejatuhan rupiah dan dikhawatirkan semakin menggerus cadangan devisa.

Pengamat ekonomi, Faisal Basri, menyatakan masih banyak yang bisa dilakukan untuk meredam pelemahan rupiah. Menurutnya, strategi menyerang patut diterapkan secepatnya, termasuk oleh BI. Dia menilai dosis kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-day Revese Repo Rate saat ini mampu mengatasi pelemahan rupiah.

BI, lanjutnya, perlu menaikkan kembali bunga acuannya. "Kenaikan bunga acuan saat ini belum memadai untuk mengobati penyakit yang bertambah kronis. Dosis perlu segera ditambah dengan kenaikan suku bunga acuan sekitar 50 basis poin agar cadangan devisa tidak terlalu banyak terkikis," papar Faisal dalam laman resminya, beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS nyaris menyentuh level psikologis baru 15.000 rupiah per dollar AS. Namun, akhir pekan lalu, rupiah terapresiasi 37 poin dari sehari sebelumnya menjadi 14.836 rupiah per dollar AS. Sejumlah pihak menilai apresiasi tersebut disebabkan intervensi BI di pasar keuangan mengingat pada saat bersamaan dollar AS cenderung menguat.

Meski demikian, upaya stabilisasi rupiah tersebut dinilai terbatas, mengingat tren penguatan dollar AS bakal berlangsung lama, apalagi The Fed dikabarkan bakal menaikkan bunga acuan pada bulan ini. Belum lama ini, BI menyuntikkan dana sebesar 11,9 triliun rupiah untuk membeli kembali Surat Berharga Negara (SBN), langkah tersebut ternyata tak mampu menghentikan laju depresiasi rupiah yang kini nyaris menyentuh 15.000 rupiah per dollar AS.

BI memerinci buyback SBN itu terhitung sejak Kamis (30/8) sebesar tiga triliun rupiah, Jumat (31/8) mencapai 4,1 triliun rupiah, Senin (3/9) sebesar tiga triliun rupiah dan Selasa (4/9) sebesar 1,8 triliun rupiah. "Kamis dan Jumat pekan lalu maupun Senin dan Selasa kemarin, kami beli SBN," ujar Gubernur BI, Perry Warjiyo, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Perry mengatakan operasi di pasar SBN merupakan bagian dari intervensi BI ketika nilai tukar rupiah sudah jauh dari level fundamentalnya. Bank Sentral juga melakukan intervensi di pasar valas dengan memastikan pasokan valas tersedia. "Kami fokus saat ini untuk stabilisasi," ujar Perry menegaskan.

Selain operasi pasar, Bank Sentral mengaku sudah berkomunikasi dengan dunia usaha untuk lebih banyak menaruh dana hasil ekspornya di dalam negeri dan juga tidak memborong dollar AS berdasarkan spekulasi. Pembelian valas, ujar Perry, diharapkan sesuai dengan kebutuhan.

Karena itu, BI juga mengupayakan penurunan biaya untuk barter valas dan juga barter untuk keperluan lindung nilai agar korporasi tidak melakukan pembelian valas dalam jumlah besar di sekali waktu.

Devisa Turun

Sayangnya, upaya BI tersebut belum mampu menghentikan kejatuhan rupiah. Bahkan, upaya tersebut dikhawatirkan semakin menguras cadangan devisa. Padahal, jumlah cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus lalu turun 400 juta dollar AS menjadi 117,9 miliar dollar AS pada akhir Agustus 2018.

Cadangan devisa selama Agustus 2018 dikatakan Bank Sentral banyak digunakan untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan juga stabilisasi nilai tukar rupiah yang kerap tertekan guncangan akibat dinamika ekonomi global.

mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top