Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kenaikan Harga

BI Jangan Andalkan Instrumen Suku Bunga Mengatasi Inflasi

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KORAN JAKARTA/ONES/
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diminta lebih bijak dalam mengantisipasi tren inflasi yang meningkat seiring dengan kenaikan harga komoditas global, baik pangan maupun energi. Pakar Ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, pada Rabu (15/6), mengatakan Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter tidak dapat mengandalkan instrumen suku bunga sebagai obat dari inflasi.

Sebagai gantinya, pemerintah harus membuat kebijakan agar rantai pasokan, terutama untuk pangan menjadi lebih murah.

"Hantu inflasi saat ini berbeda obatnya dengan dahulu. Kalau dulu selalu dengan suku bunga, tapi sekarang berbeda, negara-negara seperti Amerika Serikat (AS) sekalipun yang inflasinya tembus 8 persen tidak menggunakan suku bunga. Ini karena penyebab inflasi bukan faktor ekonomi, tapi masalah-masalah seperti pandemi atau perang.

Dia mencontohkan kapal kontainer yang ke Amerika sekarang tidak sebanyak dulu, begitu juga dengan jadwal penerbangan dan sebagainya, yang berdampak pada rantai pasokan. Pangan, jelasnya, akan mendorong inflasi semakin luas. Karena itu, perlu jadi perhatian utama.

Pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan yang membantu rantai pasok, misalnya memastikan ketersediaan pupuk bersubsidi yang sering langka. Selain itu, menyerap berbagi produk subtitusi impor, baik dengan subsidi atau cara lainnya agar menekan impor.

"Pengendalian inflasi juga bisa dilakukan lewat sektor energi. Kabarnya, Juli, listrik akan naik, tapi aturan untuk pemanfaatan atau pembangkit listrik tenaga surya kurang mendukung. Padahal, ini bisa digunakan untuk meredam lonjakan inflasi yang jelas akan semakin tinggi jika listrik naik," tutur Leo.

Tingkatkan Subsidi

Gubernur BI, Perry Warjiyo, memperkirakan inflasi yang diukur atas Indeks Harga Konsumen (IHK) pada tahun 2022 akan meningkat hingga mencapai 4,2 persen.

"Namun, inflasi inti dan ekspektasi inflasi masih bisa terkendali di dalam kisaran dua persen sampai empat persen pada tahun ini dan tahun depan," kata Perry dalam seminar bertajuk "Managing Inflation to Boost Economic Growth".

Hal itu, jelasnya, sebagai cerminan koordinasi fiskal dan moneter yang sangat kuat, di mana fiskal meningkatkan subsidi sehingga tidak semua kenaikan harga energi dan komoditas dunia berdampak kepada inflasi dalam negeri dan BI ikut berpartisipasi dalam pembiayaan anggaran negara untuk tahun ini.

Koordinasi tersebut berhasil menahan dampak dari kenaikan harga komoditas yang tinggi baik harga energi maupun harga pangan dunia terhadap inflasi di Tanah Air. Kondisi Indonesia, lanjutnya, tentunya berbeda dengan negara-negara lain yang kini sedang mengalami lonjakan inflasi yang tinggi hingga mencapai dua digit.

Menurut Perry, langkah pemerintah dalam meningkatkan subsidi khususnya premium, diesel, listrik, LPG, dan meningkatkan bantuan sosial sangat membantu menyikapi kenaikan harga energi dan pangan dunia.

"Sementara harga-harga pertamax, pertalite, dan bahan bakar nonsubsidi itu memang naik," jelasnya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top