Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sengketa Saham

BFI Finance Dinilai Tidak Beritikad Baik

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sengketa kepemilikan saham PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) kembali hangat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Kali ini, PT Aryaputra Teguharta (APT) mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke PN Jakarta Pusat terhadap BFIN, Francis Lay Sioe Ho, Cornellius Henry Kho dan Yan Peter Wangkar yang tidak menghomati dan menjalankan Putusan PK No. 240/2006.

Pasalnya, BFIN dan para terhukum lainnya berdasarkan Putusan PK No. 240/2006 dianggap beritikad buruk dan memang sengaja tidak mau mengembalikan saham-saham milik PTAPT, karenanya mereka wajib untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar lebih dari 80 miliar rupiah.

Adapun jumlah uang paksa (dwangsom) tersebut dihitung sampai dengan pendaftaran gugatan, karenanya di masa yang akan mendatang kewajiban dwangsom masih bisa terakumulasi dan akan tetap dituntut oleh APT sampai dikembalikannya saham-saham 32,32 persen oleh BFIN dan para terhukum kepada APT.

Ahli hukum adminstrasi negara sekaligus Rektor Universitas Dipenegoro, Yos Johan Utama, mengatakan bahwa Pejabat Tata Usaha Negara (PTUN) berkewajiban untuk patuh terhadap Undang-Undang dan asas umum pemerintahan yang baik atau good governance yag di dalamnya terdapat prinsip kepastian hukum. Kewajiban tersebut seperti diatur dalam UU No.30/2014, UU No.5/2014, UU Aparatur Sipil Negara, dan PP No.53/2010.

"Jadi, Pejabat Tata Usaha Negara wajib melaksanakan putusan MA untuk penghormatan atas kepastian hukum," kata Yos dalam persidangan di Jakarta, Senin (24/9). Sementara itu, kuasa hukum PT Aryaputra Teguharta dari HHR Lawyers, Asido M Panjaitan, menegaskan dalam gugatan ini pihaknya akan membuktikan bahwa BFIN (termasuk Francis Lay Sioe Ho, Cornellius Henry Kho, dan Yan Peter Wangkar) dari awal beritikad buruk dan memang tidak mau mengembalikan sahamsaham kepada APT.

"Walapun jelas mereka telah dihukum dan diperintahkan dalam Putusan PK No. 240/2006," katanya. APT melalui suratnya tanggal 4 Juni 2018, telah mengeluarkan somasi terhadap para terhukum dalam Putusan PK No. 240/2006, termasuk di sini BFIN untuk membayar kewajiban uang paksa (dwangsom) kepada APT.

Dikarenakan jawaban BFIN menolak membayar dwangsom atas alasan Putusan PK adalah putusan yang tidak bisa dieksekusi (Non-Eksekutable) bahkan dikatakannya di mata hukum adalah putusan yang batal demi hukum dan tidak berkekuatan hukum tetap, maka dianggap alasan ini jelas mengada-ada dan sangat tidak menghormati putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan mengikat di Indonesia (inkracht van gewijsde), karenanya APT telah mendaftarkan gugatan terkait dwangsom di PN Jakarta Pusat dengan Nomor Registrasi Perkara: 521/PDT.G/2018/ PN.JKT.PST tertanggal 19 September 2018.

yni/AR-2

Penulis : Yuni Rahmi

Komentar

Komentar
()

Top