Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pajak Karbon

Beri Sanksi Tegas Perusahaan yang Tidak Ramah Lingkungan

Foto : Sumber: International Energy Agency (IEA) - afp
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Rencana pemerintah mengenakan pajak karbon dinilai sebagai langkah yang patut didukung. Sebab, upaya tersebut merupakan salah satu langkah untuk mengurangi kerugian dari perubahan iklim.

Direktur Center for Economic and Laws Studies (Celios), Bhima Yudisthira, berharap dengan berbagai kebijakan yang mengarah ke ekonomi hijau maka energi primer nonfosil diharapkan lebih dominan menjadi 80 persen pada 2030.

"Ini salah satu komitmen yang paling nyata karena pemakaian energi fosil seperti solar dan batu bara di pembakit listrik harus dikurangi," kata Bhima.

Apalagi, pembahasan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 sedang berjalan. Harapannya, 80 persen energi primer di pembangkit dari energi ramah lingkungan," tegas Bhima.

Berkaitan dengan pengenaan pajak karbon, dia berharap agar pemberlakukan secara progresif yakni mengenakan beban pungutan yang lebih besar kepada industri industri yang ekstraktif karena kontribusinya yang besar pula terhadap kerusakan lingkungan hidup.

"Jadi harus ada pajak karbon yang lebih tinggi," katanya.

Di masyarakat pun, Bhima mengatakan harus ada perubahan kebiasaan dalam hal mengonsumsi barang yang lebih ramah lingkungan, misalnya terkait dengan cukai untuk kantong plastik mestinya dikenakan pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga betul-betul mengubah kebiasaan masyarakat, bisa menghindari plastik sekali pakai.

Khusus sanksi ke sektor yang ekstraktif, Bhima mengatakan tidak cukup hanya dengan pajak karbon, tetapi juga ada sanksi sanksi mencemari lingkungan, misalnya terkait Faba.

"Mestinya masuk dalam kategori limbah. Kemarin kan itu diubah Faba bukan limbah, nah harus dimasukkan lagi bahwa Faba itu kategori limbah sehingga ada sanksi yang cukup berat bagi produsen energi yang tidak ramah lingkungan," tegas Bhima.

Pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) pun harus didorong terutama di kota-kota besar, baik itu solar panel maupun hidro dengan pemberian insentif. Langkah itu bisa dimulai dari transmisi listrik ke kantor- kantor pemerintah 100 persen harus bersumber dari EBT.

Secara Bertahap

Dihubungi terpisah, Direktur Energi Watch, Mamit Setiawan, mengatakan pemberlakuan pajak karbon mesti seiring dengan kemampuan pemerintah dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi dan di saat yang sama melakukan transisi ke energi terbarukan secara gradual dan terukur.

"Ekonomi harus tumbuh tinggi dulu sehingga konsumsi listrik meningkat dan dibarengi dengan transisi ke energi terbarukan," kata Mamit.

"Transisi ke EBT itu keniscayaan. Dunia hijau dengan energi bersih yang harus berbarengan dengan peningkatan skala ekonomi," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top