Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Berharap pada UU Anti Terorisme

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Setelah sempat mandek hampir dua tahun, akhirnya mengesahkan revisi atas Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2013 pada Jumat (25/5). Sebelumnya, baik DPR maupun pemerintah pun ramai-ramai saling bantah menjadi penyebab mandeknya RUU ini. Pengesahan itu dilakukan setelah dalam rapat kerja antara DPR dengan pemerintah menyepakati konsep definisi terorisme alternatif kedua, Kamis (24/4) malam.

Adapun konsep definisi terorisme alternatif kedua yang disepakati pemerintah dan DPR yaitu; terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan.

Muhammad Syafi'i selaku Ketua Pansus RUU Terorisme menyatakan meski sudah disahkan, namun sama seperti undang-undang lainnya masih diperlukan turunan. Dalam hal ini peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksanaan dari tiap undang-undang.PP tersebut bisa turun paling lama 100 hari setelah undang-undang ini disahkan.

Seperti kita ketahui, dalam UUU Antiterorisme yang baru disahkan tersebut terdapat juga rumusan fundamental strategis dari hasil masukan berbagai anggota Pansus bersama Panja pemerintah. Hal tersebut termaktub dalam 12 poin, diantaranya, adanya definisi terorisme agar lingkup kejahatan terorisme dapat diidentifikasi secara jelas sehingga tindak pidana terorisme tidak diidentikkan dengan hal-hal sensitif berupa sentimen terhadap kelompok atau golongan tertentu tapi pada aspek perbuatan kejahatannya.

Yang tak kalah penting juga adalah menghapus sanksi pidana pencabutan status kewarganegaraan. Hal ini dikarenakan sesuai universal declaration of human right 1948 adalah hak bagi setiap orang atas kewarganegaraan dan tidak seorang pun dapat dicabut kewarganegaraannya secara sewenang-wenang atau ditolak haknya untuk mengubah kewarganegaraannya.

Percepatan pengesahan RUU Antiterisme tak lepas dari peristiwa di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jabar, ketika pekan pertama bulan Mei, para napi teroris melakukan penyandaeraan dan kemudian pembunuhan terhadap aparat. Polisi akhirnya menguasai keadaan setelah berlangsungnya penyanderaan seitar satu hari. Peristiwa ini kemudian diikuti serangan bom bunuh diri di gereja di Surabaya, dan rentetan serangan teroris lainnya.

Pemerintah dan DPR pun sadar dan bergerak bersama-sama untuk sesegera mungkin menyelesaikan RUU Antiterorisme yang masih menyisakan perdebatan soal definisi terorisme dan juga pelibatan TNI dalam operasi penumpasan terorisme.

Dengan disahkannya UU Antioterorisme ini, kita berharap, aparat memiliki dasar hukum yang kuat dan sah untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan terorisme di Indonesia yang sel-selnya masih berkembang dan memperlihatkan fenomena baru yakni melibatkan istri dan anak dalam melakukan aksi terorisme.

Selain itu, kekhawatiran banyak kalangan, terutama pegiat hak asasi manusia, Ketua Pansus RUU Antiterorisme, Syafii mengatakan, Undang-undang terorisme yang baru saja disahkan tergolong menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Perlindungan untuk korban dalam segala bentuk tindak terorisme diberikan secara lebih optimal.

Harapan kita, dengan disahkaannya UU Antiterorime ini, keamanan dan keselamatan warga negara terjaga dari berbagai aksi terorisme. Namun, di samping itu, persoalan HAM juga harus dicermati betul oleh aparat, jangan sampai hak asasi warga negara dilanggar dengan operasi-operasipenangkapan terduga teroris. Ini snagat penting mengingat5 pengalaman trauma masa lalu masih menghantui ketika Orde Baru sangat berkuasa dan menangkapi orang-orang yang dinilai membahayakan negara, terapi dengan bukti yang lemah.

Komentar

Komentar
()

Top