Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Berbeda Dukungan dalam Pilpres

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Politik untuk meraih kekuasaan. Tidak ada kawan abadi. Yang abadi hanya kepentingan. Ketika kepentingan mulai terganggu, harus segera dipulihkan. Dalam konteks pemilihan presiden (Pilpres) 2019 yang hanya menampilkan dua pasangan calon (paslon): Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo Sandiaga Uno, rakyat bisa menyaksikan bahwa politik itu kepentingan sangat terasa. Maka, arah dukungan pada paslon yang berbeda dalam satu partai menjadi sesuatu yang biasa, bukan luar biasa.

Pilpres 2019 ini dilaksanakaan bersamaan dengan Pemilu Legislatif (Pileg). Pemilu Serentak 2019 merupakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) 22 Januari 2014. Ini menyusul uji materi UU Pemilu 2014 oleh Effendi Gazali. Keputusan MK saat itu baru bisa dilaksanakan pada Pilpres 2019.

Sejak keputusan MK itu, penyelenggara pemilu (KPU-Bawaslu) dan peserta pemilu seperti partai politik dan kandidat presiden mesti melihatnya sebagai tantangan tersendiri. Sebab ini baru pertama dan diprediksi akan menimbulkan persoalan, termasuk konflik internal partai saat memberi dukungan. Kader dan elite partai di bawah belum tentu sejalan dengan keputusan DPP partai.

Di satu sisi, partai harus memperjuangkan calegnya agar terpilih dan meningkatkan elektabilitas, tapi juga harus mendukung paslon capres tertentu. Masalahnya, peta politik tiap daerah berbeda konfigurasinya. Ada caleg yang sejalan dengan perjuangan partai, tapi berbeda dengan pilihan paslon. Intinya, partai ingin elektabilitas tinggi, calegnya terpilih, dan capresnya menang.

Ketika proses pemilu serentak sudah berjalan, pasangan capres-cawapres sudah ditetapkan. Koalisi partai pendukung juga sudah diumumkam. Maka, friksi antara partai pendukung mulai terbuka. Bahkan, ada partai yang secara resmi mengumumkan kadernya bebas mendukung pasangan capres mana saja. Yang penting, sesuai dengan pilihan. Padahal secara resmi DPP partai sudah menyatakan resmi mendukung salah satu pasangan capres.

Partai Demokrat mengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Meski begitu, kadernya bebas memilih capres dan cawapres saat pemungutan suara. Hal ini dipertegas melalui pernyataan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas). Dia mengakui, ada kader yang punya sikap berbeda dengan partai. Mereka mendukung capres dan cawapres 01. Hal itu khususnya kader-kader daerah.

Pendukung Prabowo lainnya seperti Partai Amanat Nasional pun demikian. Banyak kader dan elite PAN di daerah, bahkan kepala daerah dengan lantang menyatakan mendukung No 01.

Yang paling anyar, Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra. Majelis Syuro PBB yang diketuai MS Ka'ban menyatakan resmi mendukung Prabowo Sandi. Tapi, beberapa hari lalu, ketika PBB menggelar Rakornas, putusan akhirnya mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf. Namun, Yusril yang pernah menjadi Menteri Kehakiman dan kini menjadi pengacara Jokowi menyatakan, kader PBB boleh memilih pasangan Prabowo Sandi. Ini bagian demokrasi PBB.

Berangkat dari pemikiran awal tadi, sudah jelas betapa parpol benar-benar menerapkan asas kepentingan politiknya. Mereka tidak mau rugi atau risiko terima politik terburuk. Yang perlu ditekankan di sini, masyarakat khususnya para pemilik hak suara harus paham, Pemilu 2019 dilaksanakan serentak dan konfigurasi kepentinganya sangat tinggi. Namun, esensi demokrasi yakni hak memilih tetap dijunjung tinggi. Pemilih bebas menentukan di bilik suara. Tak ada yang bisa memaksa dan mengawasi harus memilih capres tertentu.

Semua pihak baik penyelenggara maupun peserta pemilu harus benar-benar menjaga proses dan pelaksanaannya hingga akhir penghitungan dan penetapan pemenang. Jika pemilu serentak berjalan aman, lancar, jujur, dan berkualitas, Indonesia membuktikan kepada dunia dengan segala perbedaan, mampu melaksanakan pesta demokrasi dengan baik.

Komentar

Komentar
()

Top