Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
GAGASAN

Beras dan Kesejahteraan Petani

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

Isu beras memang selalu menarik, karena bahan pangan utama. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2015 Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2015 menyebutkan, setiap orang Indonesia mengonsumsi beras 85 kilogram per tahun. Beras senantiasa merujuk petani yang kesejahteraannya terus turun 4 tahun terakhir.

Ini menjadi ancaman besar keberlanjutan pemenuhan kebutuhan pangan. Sudah semestinya pemerintah mendengar suara petani. Hanya mereka yang bisa menyelamatkan pangan negeri ini. Harga beras harus menjamin kelangsungan dari hulu sampai hilir, petani, pedagang, dan konsumen.

Harus ada perlindungan selayaknya kepada para petani. Data BPS menyebutkan, per Februari 2017, sektor pertanian merupakan sumber utama pendapatan sekitar 40 juta warga. Perdesaan yang sebagian besar bertani, masih merupakan kantong kemiskinan. Untuk itulah, penting bagi pemerintah mengatasi masalah beras ini karena dapat berimplikasi pengentasan kemiskinan.

Pada Maret 2017, jumlah penduduk miskin mencapai 27,77 juta. Sebagian besar (61,6 persen) di perdesaan. Di tengah situasi itu, pendapatan petani juga tidak beranjak naik. Bahkan sejak April 2016, usaha budi daya tanaman padi tidak memberikan manfaat ekonomi bagi rumah tangga petani. Hal ini diindikasikan dari data BPS per April 2017 yang menyebutkan indeks diterima petani sebesar 127,96.

Ssementara itu, indeks yang dibayar petani 131,37. Dengan demikian, tingkat penerimaan petani dari hasil produksinya lebih rendah dari harga produksinya. Ini juga karena didorong peningkatan biaya bahan makanan, makanan jadi, serta upah buruh tani. Kondisi itu, seperti membiarkan petani miskin.

Menurut Ozay Mehmet dalam Westernizing the Third World: The Eurocentricity of Economic Development Theories (1997) disebut sebagai jebakan ekonomi pendapatan rendah yang mengakibatkan ketiadaan tabungan. Ini menyebabkan akumulasi modal tidak maksimal. Selanjutnya, produktivitas rendah sehingga melahirkan pendapatan minim pula.

Dengan demikian, diperlukan kebijakan pemerintah mendukung peningkatan pendapatan petani, khususnya padi yang selama ini tidak menikmati harga produk di tingkat konsumen akhir. Dengan asumsi harga gabah kering panen 3.700 per kilogram, pendapatan per kapita petani 438.125 per bulan (Arif, 2015).

Angka itu pun dengan asumsi kepemilikan lahan petani yang digunakan satu hektare. Jika ternyata lebih rendah dari itu, bisa dipastikan para petani berada di bawah garis kemiskinan. Rata-rata luas lahan sawah yang dikuasai rumah tangga dan usaha pertanian 0,2 Ha (Sensus Pertanian, 2013).

Di sisi lain rasionalitas petani untuk menanam tanaman pangan juga dipengaruhi harga input tanaman pangan. Pada November 2016, misalnya, terjadi penurunan indeks NTP petani, terutama di subsektor pertanian pangan sebesar 0,4 dari NTP sebelumnya. Ini dipengaruhi kenaikan harga-harga kebutuhan rumah tangga dan input tanam.

Pada suatu penelitian di Kota Madiun, setidaknya terdapat enam pihak terlibat dalam distribusi beras dari petani hingga konsumen. Mereka tengkulak, penggilingan (baik besar maupun kecil), bulog, pedagang besar, pedagang, dan pengecer. Setiap pihak dalam rantai distribusi memengaruhi harga beras berdasarkan biaya produksi, perolehan input, dan persaingan antardistributor sendiri. Hubungan ini dapat terjadi secara horizontal maupun vertikal.

Tengkulak dapat berperan sebagai pemilik penggilingan serta pedagang beras besar. Ini tergantung pada kekuatan modal mereka. Setiap areal pertanian hasil dan kualitasnya berbeda sehingga harga gabah berbeda. Ini menentukan tempat beras dijual. Bisa di kota terdekat atau pedagang besar yang memiliki jangkauan pemasaran lebih jauh lagi dan menjadi produk premium.

Peran pemerintah dalam meningkatkan NTP dengan menjaga inflasi tetap stabil sehingga tidak berdampak buruk pada kesejahteraan rumah tangga petani. Selain itu, intervensi dan perlindungan pemerintah terkait dengan kebijakan pertanian sangat penting. Di antaranya, peningkatan produktivitas petani, menjaga harga input, dan produk panen petani.

Kesejahteraan

Keberpihakan pemerintah pada petani menjadi sangat penting, mengingat 40 juta penduduk bergantung pada sektor ini. Efek lanjutan yang diharapkan mampu menurunkan kemiskinan secara nasional. Jangan sampai petani yang merupakan aktor utama dalam ekosistem perberasan nasional, justru berpenghasilan figuran.

Kesenjangan seperti ini juga harus dituntaskan agar tercipta keadilan sosial dan ekonomi dalam ekosistem beras, seperti semangat pemerataan pembangunan yang ingin diwujudkan pemerintah saat ini. Kesejahteraan petani di subsektor pangan memang harus ditingkatkan karena pilihan untuk menanam pangan tetap menjadi fokus.

Tanpa petani sejahtera, niscaya kebijakan swasembada beras terabaikan. Selama ini, petani tidak memiliki kuasa atas produk turunan panen seperti beras. Sebab penguasaan terhadap alat-alat produksi hanya berupa lahan. Alat-alat produksi seperti penggiling, pengeringan, hingga gudang penyimpanan tak dimiliki.

Di sinilah peran kementerian dan lembaga mendorong kelompokkelompok tani di subsektor pangan memiliki alat-alat tersebut secara bersama. Jika para petani tersebut dapat menaikkan nilai tambah produk, otomatis terjadi kenaikan kesejahteraan. Pembangunan infrastruktur jaringan informasi juga dapat digunakan koperasi yang telah mampu meningkatkan nilai produk, menjual secara langsung ke pasaran, ataupun pedagang besar dengan harga bersaing.

Informasi harga melalui media dan sistem informasi harga dapat dilihat para petani secara harian. Ini membuat mereka memiliki banyak pilihan dan perhitungan matang untuk memasarkan produk. Penyuluh pertanian juga penting untuk membantu petani meningkatkan produktivitas dan pengawas produksi panen secara realtime.

Dengan pembangunan konektivitas jaringan informasi, para penyuluh dapat menjadi inputer data terjadwal tanam areal pertanian tertentu, masa penanaman, hingga panen, berikut jumlah hasil panen. Mekanisme itu tentu saja dapat membantu pemerintah mengambil kebijakan sektor pangan.

Deslina Zahra Nauli, Penulis Lulusan Institut Pertanian Bogor

Komentar

Komentar
()

Top