Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Transisi Energi | Indonesia Butuh Investasi Rp4.706, 45 Triliun untuk Pacu Transisi Energi

Benahi Tingkat Kemudahan Berbisnis Sektor EBT

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah harus memperbaiki tingkat kemudahan berbisnis atau ease doing business di Indonesia agar menarik minat investor energi baru dan terbarukan (EBT). Saat ini, penggunaan panel surya di rumah masih dipersulit. Padahal, jika dipermudah, langkah akan menggairahkan investasi di energi hijau.

"Pemerintah Indonesia harus menciptakan iklim investasi yang kondusif seperti proses perijinan yang mudah sehingga ease doing business Indonesia meningkat dan Indonesia menjadi negara destinasi investasi tidak hanya untuk Amerika Serikat (AS) tetapi juga investor lain," tegas Direktur Program Indef, Esther Sri Astuti, di Jakarta, Senin (29/5), merespons ajakan pemerintah RI terhadap investor EBT asal AS.

Esther mengatakan transisi hijau ini harus didorong seperti penggunaan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Namun, lanjutnya, langkah ini membutuhkan biaya besar. Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tentu tidak mampu untuk membiaya transisi hijau sehingga dibutuhkan investor.

Karena itu, dirinya mendukung masuknya investor asal AS ke Indonesia. Terlebih lagi, AS memiliki program friend shoring. AS sedang mencari mitra negara investasi untuk berbagai proyek terkait energi terbarukan dan transisi hijau.

"Insentif yang ditawarkan juga menarik, seperti program tax reduction yang bisa mengurangi inflasi (Undang-Undang Pengurangan Inflasi/ IRA, red). Jadi, kuncinya sekarang di RI sendiri," tandas Esther.

Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengajak investor AS membenamkan modalnya di sejumlah proyek transisi energi di Indonesia guna mewujudkan ekonomi hijau di kawasan Indo-Pasifik.

"Iklim bisnis yang semakin kondusif, posisi strategis Indonesia di Asean, serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi pasca-disrupsi global pada 2020-2022, menjadi daya tawar Indonesia dalam menggaet para Investor dari luar negeri," kata Airlangga dalam pertemuan dengan United States Trade of Representatives (USTR) di sela Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) di Detroit, AS.

Pemerintah Indonesia menargetkan porsi EBT dalam bauran energi nasional bisa naik dari 13 persen pada 2017 menjadi 23 persen pada 2025. Namun faktanya, modal pendukungnya masih minim.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2017 realisasi investasi di sektor EBT Indonesia sempat mencapai dua miliar dollar AS. Namun, pada beberapa tahun berikutnya cenderung turun hingga menjadi 1,6 miliar dollar AS pada 2022.

Kondisi Berbeda

Kondisi tersebut berkebalikan dengan aliran investasi langsung di sektor mineral dan batu bara (minerba) dan minyak dan gas bumi (migas). Selama periode 2017-2022, realisasi investasi di sektor minerba sekitar 3-5 kali lipat lebih tinggi dibanding EBT. Investasi di sektor migas bahkan 6-9 kali lipat lebih tinggi seperti terlihat pada grafik.

Menurut International Renewable Energy Agency (IRENA), untuk mendorong percepatan transisi energi Indonesia membutuhkan investasi 314,5 miliar dollar AS atau setara 4.706, 45 triliun rupiah (kurs 14.964,86 rupiah/ dollar AS) selama periode 2018-2030 dengan rerata sekitar 17,4 miliar dollar AS atau setara 260,39 triliun rupiah per tahun.

Senior Campaign Strategist, Greenpeace International Tata Mustasya dari hasil survei mengenai risiko global, risiko yang terkait krisis iklim dan lingkungan menjadi risiko yang paling tinggi dalam jangka pendek (dua tahun) dan apalagi dalam jangka yang lebih panjang (10 tahun). Krisis iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan tetapi juga pada manusia, kesejahteraan, dan ekonomi.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top