Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Keuangan Negara I Belanja Produktif Harus Menyasar Sektor-sektor Unggulan

Belanja Negara Harus Diarahkan ke Aktivitas Produktif

Foto : ISTIMEWA

ESTHER SRI ASTUTI dosen Fakulktas Ekonomi Undip - Pemerintah sebaiknya memperkuat fundamental ekonomi nasional dengan meningkatkan ekspor dari komoditas nonmigas serta menaikkan devisa negara dari berbagai sektor alternatif.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diharapkan lebih mengarahkan untuk belanja yang produktif, bukan seperti saat ini yang porsinya sangat besar untuk kegiatan konsumtif. Hal itu penting supaya dapat meminimalkan dampak kenaikan harga minyak yang bisa menyebabkan defisit fiskal yang besar.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB. Suhartoko, di Jakarta, Minggu (21/4), mengatakan salah satu fungsi APBN adalah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Dalam situasi ekonomi tidak bergairah atau resesioner sudah selayaknya APBN mengonter siklus. Sedangkan dalam situasi normal, pengeluaran APBN harus mengacu pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan.

"Artinya harus mempunyai dampak multiplier yang kuat dan produktif," kata Suhartoko.

Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, dari Yogyakarta, menambahkan kalau belanja produktif itu harus menyasar sektor-sektor unggulan yang memiliki multiplier effect besar dalam meningkatkan aktivitas ekonomi.

"Harus memberi pada pendapatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) kemudian menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi tingkat kemiskinan, seperti halnya di sektor industri/manufaktur, khususnya agroindustri," kata Awan.

Secara terpisah, peneliti ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet, mengatakan kalau bicara konteks belanja produktif maka harus diakui beberapa pos dalam APBN Indonesia saat ini masih didominasi belanja yang sifatnya punya efek multiplier perekonomian lebih kecil.

"Misalnya, kalau kita lihat proporsi pada belanja barang tentu efek perekonomiannya lebih kecil jika dibandingkan dengan efek yang bisa diberikan pada belanja yang sifatnya lebih produktif, dalam hal ini misalnya belanja modal," ungkap Rendi.

Kalau dibandingkan dengan beberapa negara lain, proporsi belanja produktif khususnya belanja modal terhadap total belanja relatif lebih kecil. Kalau dilihat saat ini, salah satu belanja yang tidak terlalu produktif seperti belanja bunga utang share-nya mengalami kenaikan setidaknya dalam 10 tahun terakhir.

"Di sisi lain, menurut saya, yang tidak kalah penting dalam konteks APBN dan belanja adalah bagaimana memastikan APBN itu bersifat outcomebase. Artinya, ada dampak jangka panjang yang harus dicapai ketimbang hanya terpaku pada output atau keluaran jangka pendek dari suatu program belanja," paparnya.

Oleh sebab itu, dari setiap komponen belanja perlu terus diperhatikan outcome-nya dan bagaimana dampak yang diberikan untuk dievaluasi guna menetapkan besaran anggaran pada komponen belanja tersebut.

Harga Minyak

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), z, mengimbau agar APBN sebaiknya diarahkan untuk belanja produktif supaya dapat meminimalkan dampak konflik geopolitik yang diprediksi bisa memperdalam defisit fiskal.

"Harus diarahkan ke belanja produktif yang bisa menghasilkan pendapatan dari sektor bisnis dan berdampak jangka panjang maka akan membuat pertumbuhan ekonomi kita lebih sustain," kata Esther Sri Astuti dalam diskusi daring akhir pekan lalu.

Menurutnya, berbagai konflik geopolitik yang terjadi dapat meningkatkan harga minyak dunia. Hal tersebut kemudian dapat mendorong penambahan biaya transportasi dan logistik, sehingga menaikkan harga berbagai komoditas.

Ia menyatakan bahwa efek domino dari peningkatan harga minyak tersebut dapat membuat anggaran pemerintah membengkak dan mengurangi ruang fiskal (fiscal space) APBN.

"Dengan adanya kenaikan harga minyak ini diprediksi akan ada defisit fiskal sebesar 2 hingga 3 persen," kata Esther, dosen Fakulktas Ekonomi Undip.

Ia juga berharap pemerintah sebaiknya memperkuat fundamental ekonomi nasional dengan meningkatkan ekspor dari komoditas nonmigas serta menaikkan devisa negara dari berbagai sektor alternatif, seperti pariwisata.

Selain itu, ia menyampaikan bahwa Indonesia juga perlu mengurangi kebergantungan terhadap pihak asing agar perkembangan situasi global tidak akan berdampak signifikan kepada perekonomian dalam negeri.

"Kalau kita semakin bergantung maka ada shock sedikit dari global, shock variable dari luar, itu kita akan lebih rentan," tutupnya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top