Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Belajar Mitigasi dari Negeri Sakura

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Topan Jebi dan gempa bumi 6,6 SR baru saja melanda sebagian kawasan Jepang. Topan Jebi yang disebut terkuat dalam 25 tahun terakhir menerjang Jepang bagian barat Selasa (4/9), menyebabkan 11 tewas serta 600 terluka. Setelah itu, muncul gempa bumi menerjang Hokkaido, Kamis (6/9), dan merenggut delapan jiwa.

Bencana alam yang menimpa sebagian kawasan Jepang ini mengingatkan kita pada gempa bumi berkekuatan 6,2 SR di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (5/8). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah korban gempa Lombok per akhir Agustus lalu 515 orang meninggal, 1.415 luka-luka,431.416 mengungsi, serta 73.843 rumah rusak.

Bencana alam Lombok dan sebagian wilayah Jepang itu serupa. Apa yang terjadi di sebagian wilayah Jepang dan Lombok, sama-sama peristiwa alam. Perbedaannya terletak pada mitigasi, yakni serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana. Ini baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Kegiatan mitigasi bencana di antaranya pengenalan dan pemantauan risiko bencana. Kemudian, perencanaan partisipatif penanggulangan bencana, pengembangan budaya sadar bencana dan penerapan upaya fisik-nonfisik. Ada juga pengaturan penanggulangan bencana, identifikasi dan pengenalan sumber bahaya atau ancaman bencana, dsb.

Harus diakui, Jepang lebih siap dan sangat bagus dalam mitigasi menangani bencana alam. Infrastruktur dibangun dengan rancangan lentur gempa. Di Osaka, jalan dan bangunan publik didesain agar air bisa mengalir secara efisien. Selain itu, pertahanan pantai memungkinkan kota itu aman dari gelombang badai. Arsitek gedung telah memikirkan setiap bencana alam yang dihadapi.

Kesadaran dini atas bencana alam ini dimulai sejak 1 September 1923, saat terjadi gempa dengan magnitudo 7,9 yang menghantam dataran Kanto, antara Tokyo dan Yokohama.

Gempa itu menyebabkan 100.000 korban tewas yang membuat pemerintah sempat merencanakan memindahkan ibu kota.

Sejak itu, 1 September dijadikan Hari Pencegahan Bencana Nasional dan diterapkan di seluruh sekolah maupun kantor publik. Anak-anak bakal mempelajari sejarah bencana yang terjadi di Negeri Sakura dan mengikuti setiap latihan penyelamatan.

Memberikan cara mitigasi bencana di level bawah pendidikan itu telah menjadikan setiap siswa paham dalam bertindak. Sebelum Topan Jebi datang, Jepang telah mengeluarkan imbauan agar 1,2 juta orang menjalankan evakuasi meski tidak wajib. Imbauan pemerintah tersebut langsung disikapi dan direspons masyarakat Jepang.

Selain aturan ketat soal pembangunan dan kesadaran sejak dini, kementerian dan lembaga negara saling membantu saat bencana terjadi.

Para pejabat juga berusaha keras untuk membangun kerja sama dengan sektor swasta sebagai bentuk persiapan antisipasi bencana. Perusahaan swasta yang bisa memberikan bantuan ketika bencana melanda mengerti apa tugas dan tanggung jawab mereka.

Itulah yang harus dipelajarai dari negeri Sakura ini. Sebagai negara yang sama-sama berada di lingkaran Cincin Api, Indonesia dan Jepang termasuk negara rawan gempa. Gempa, topan, atau tsunami yang mengguncang Jepang tak lagi banyak makan korban, membuktikan bahwa penanganan bencana di negeri Matahari Terbit tersebut sangat tangguh. Kita perlu belajar darinya.

Sebab bencana alam akan terus datang, maka antisipasi harus selalu dilakukan agar kita siap menghadapinya. tanpa antisipasi dengan mitigasi yang benar, bencana alam bisa meluluhlantakkan berbagai bangunan dan jiwa.

Komentar

Komentar
()

Top