Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Beberapa Hal yang Perlu Disiapkan UMKM Sebelum Mengakses Modal

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Akses permodalan dan akses pasar merupakan dua faktor kunci yang menentukan apakah UMKM dapat meningkatkan, memperluas dan memperluas skala usahanya ke jenjang yang lebih tinggi. Tentunya semakin tinggi level yang ingin kita capai maka semakin besar nominal modal yang dibutuhkan.

Menurut statistik kredit Bank Indonesia, batas maksimum keuangan mikro adalah Rp50 juta; Keuangan mikro mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 500 juta; Pinjaman menengah mulai dari Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar.

Jumlah dana yang dibutuhkan perlu diperhitungkan dengan cermat. Untuk lebih jelasnya silahkan lanjutkan dan simak tips berikut ini mengenai 5 hal yang perlu dilakukan sebelum mendapatkan pendanaan.

  1. Menghitung kebutuhan modal berdasarkan rencana usaha

Sebelum mendapatkan pendanaan, sangatlah penting untuk menyiapkan rencana bisnis yang matang. Apalagi jika ingin menggunakan lebih dari 500 juta rupiah. Dalam rencana bisnis, dicantumkan tujuan kinerja utama perusahaan (key performance indicator) yang ingin dicapai.

Itu muncul dalam bentuk perputaran atau pendapatan, profitabilitas, peningkatan nilai aset atau kapasitas produksi. Oleh karena itu, kebutuhan modal harus diperhitungkan berdasarkan kebutuhan perusahaan untuk mencapai tujuan tersebut.

Diperlukan informasi detail kebutuhan modal berdasarkan belanja modal dan belanja operasional agar kita dapat lebih memahami metode perolehan modal mana yang lebih sesuai untuk kebutuhan perusahaan pada saat tertentu.

  1. Mengenal ragam akses modal

Jenis akses modal ada yang bersifat pinjaman (harus dicicil dan kembalikan), ada yang penanaman modal atau ekuitas (tidak perlu dikembalikan, tetapi berbagi kepemilikan dan pengendalian perusahaan).

Pinjaman atau kredit pun bermacam-macam jenisnya. Ada yang Syariah, ada yang Konvensional. Ada kredit investasi (untuk membiayai kebutuhan capex), ada kredit modal kerja (untuk membiayai opex), ada juga kredit sebagai dana talangan berupa invoice financing.

Ketika perusahaan hanya membutuhkan dana talangan untuk melancarkan cash flow, mungkin invoice financing lebih cocok. Ketika perusahaan ingin cepat menguasai jaringan pasar yang lebih besar, tetapi tidak punya aset cukup untuk digunakan, mungkin lebih strategis untuk menjual saham.

Sedangkan untuk perusahaan yang ingin tetap menjadi perusahaan keluarga yang tertutup bagi pihak luar tetapi ingin bisa ekspansi sarana produksi dan distribusinya, mungkin kredit investasi lebih tepat.

  1. Menghitung aset dan nilai perusahaan untuk negosiasi

Aset tidak sama dengan nilai perusahaan. Keduanya perlu dihitung dalam negosiasi dengan calon investor.

Dalam praktik, penyedia dana pinjaman saat ini ada yang konservatif (memegang prinsip-prinsip baku tradisional dunia perbankan) dan ada yang lebih progresif. Perbankan secara umum adalah yang konservatif, karena dalam mengevaluasi permohonan kredit, nilai aset yang dievaluasi hanya aset tetap, khususnya berupa tanah dan bangunan.

Sementara yang lebih progresif antara lain adalah perusahaan leasing yang memang kekhususannya di penyaluran kredit untuk membeli kendaraan, pegadaian dimana laptop pun bisa diterima untuk digadai atau dijaminkan walau valuasi atau penilaiannya

Sebagai pengusaha yang ingin mengakses modal, kita perlu menghitung nilai dari semua jenis asset kita, dari aset tetap tradisional (tanah, bangunan), aset bergerak (emas, mobil, dll), asset berupa piutang tagihan dagang atau invoice, sampai asset digital berupa akun Instagram, facebook dll (jika sudah memiliki cukup banyak basis follower).

  1. Mendiskusikan detail perjanjian dengan calon investor

Setelah tahu persis dengan aset perusahaan kita, dari aset tradisional sampai aset digital, yang berwujud sampai yang tidak berwujud, kita akan tahu jelas bagaimana posisi tawar kita.

Terlepas dari bagaimanapun profil aset kita, penting untuk mengetahui aspek-aspek perjanjian yang penting sekali untuk kita perhatikan sebelum menandatangani perjanjian Kerjasama permodalan.

Untuk skema pinjaman atau kredit, aspek terpenting untuk didiskusikan adalah tentunya nominal kredit (plafon); skema penghitungan bunga yang digunakan (umumnya ada 3 skema yaitu flat, anuitas, atau efektif; di konteks pinjaman syariah, minta penjelasan mengenai cara menghitung marginnya); jangka waktu pinjaman atau tenor, periode dan jadual cicilan, dan biaya-biaya.

Untuk skema ekuitas, yang penting adalah besaran suntikan modal, saham yang diminta, dukungan non-finansial yang dapat diberi investor (seperti mentor ahli, teknologi, jaringan, dll), penempatan direksi atau komisaris oleh investor, dan prosedur tata kelola yang ingin diterapkan, khususnya terkait keuangan (apakah setiap pengeluaran memerlukan tanda tangan pihak investor dulu sebelum dikeluarkan, dsb).

  1. Mengevaluasi biaya modal

Semakin besar modal yang ingin diakses, umumnya semakin banyak pihak yang ingin kita temui agar bisa menambah referensi. Seperti yang tadi sudah diungkapkan sebelumnya. Perjalanan mengakses modal yang cukup besar (misalnya di atas Rp 500 juta), ini seperti belanja barang mahal.

Semakin besar modal yang dibicarakan, semakin banyak waktu dan pikiran yang harus dituangkan, karena bertambah pula aspek yang perlu dipertimbangkan.

Selain itu, jumlah dana pinjaman yang bisa didapatkan juga sangat bergantung pada hasil appraisal atas total nilai aset kita. Misalnya bank menilai total aset tanah, bangunan, dan kendaraan kita adalah Rp 1 miliar, maka nominal kredit yang paling banyak bisa disetujui adalah Rp 700 juta.

Tetapi, jika melepas saham akan ada pihak lain yang meminta laporan rutin, kebebasan pengelolaan sedikit berkurang. Tapi disisi lain, dana tidak perlu dikembalikan dan perusahaan juga bisa mendapat masukan segar dari mitra investor. arn


Redaktur : Aris N
Penulis : Aris N

Komentar

Komentar
()

Top