Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Beban Makin Berat: TPA "Open Dumping", TPS Ilegal Hingga Sampah Plastik di Laut

Foto : Istimewa

Ketua Umum Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Bagong Suyoto.

A   A   A   Pengaturan Font

BEKASI - Indonesia, belakangan ini diramaikan oleh operasional sejumlah TPS ilegal yang sudah beroperasi belasan tahun. TPS ilegal itu tersebar di wilayah Jabodetabek. Sebulan lalu lima pengelola TPS ilegal, tiga orang dari Kota Tangerang dan dua dari Kabupaten Bekasi ditetapkan jadi tersangka oleh Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

"TPS ilegal yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta, Bogor, Depok Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) jumlahnya ratusan, mungkin ribuan. Berapa jumlah TPS ilegal di wilayah Jawa dan Bali? Belum ada data factual dan valid mengenai kuantitas dan sebarannya," kata Ketua Umum Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Bagong Suyoto dalam keterangan tertulisnya yang diterima Koran Jakarta, Kamis (19/5).

Semua itu, tambah Bagong, jadi masalah akut dan beban lingkungan semakin berat. Sebagian TPS ilegal itu beroperasi di daerah aliran sungai dan sampahnya sebagian dibuang ke sungai. Terus terbawa air hingga ke pesisir dan laut.

Hal ini masih diperberat oleh mayoritas TPA open dumping milik dari 514 kabupaten/kota di Indonesia. Potensi pencemaran lingkungan dan ancaman kesehatan sangat besar akibat operasional TPA open dumping. Bagong mengatakan mestinya sudah tidak ada open dumping di Indonesia. Karena merupakan pelanggaran berat terhadap UU NO 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Persoalan yang begitu berat masih ditimpa lagi dengan permasalahan sampah laut. Permasalahan sampah telah menjadi permasalahan dan perhatian secara global saat ini, termasuk di Indonesia. Usaha pengurangan pencemaran sampah ke lingkungan telah menjadi bagian penting setiap pemerintahan di setiap negara, termasuk Indonesia.

Hasil riset Jenna Jambeck dari Universitas Georgia AS (2015) menyebutkan, lima negara pemasok sampah plastik terbesar di dunia, di antaranya Tiongkok sekitar 262,9 juta ton, Indonesia sekitar 187,2 juta ton, Filipina sekitar 83,4 juta ton, Vietnam sekitar 55,9 juta ton, Sri lanka sekitar 14,6 juta ton. Kenapa AS tidak termasuk di dalamnya, padahal AS merupakan salah satu produksi dan pengekspor plastik terbesar dunia?

Sampah plastic, tambah Bagong, tidak mudah teruari adalah plastik konvensional. Butuh waktu 1.000 tahun untuk bisa terurai. Bahayanya bagi bumi dan makhluk hidup. Pertama, memicu perubahan iklim. Proses produkasi plastik hasilkan emisi karbon yang tinggi dan membuat iklim bumi kian panas.

Kedua, tambah dia, berbahaya bagi manusia. Kantong plastik yang digunakan sebagai wadah makanan berpotensi sebabkan sejumlah penyakit. Ketiga, mencemari lingkungan. Tersumbatnya selokan dan badan air akibatkan banjir, termakan oleh hewan serta rusaknya ekosistem di sungai dan laut. Keempat, bahkan kantong plastik yang diklaim ramah lingkungan pun memerlukan waktu untuk bisa terurai sepenuhnya.

Masa depan laut Indonesia dihantui oleh plastic. Maka perlu dilakukan rencana aksi nasional secara konkrit. Melalui rencana aksi Nasional, tambah Bagong, Indonesia telah menetapkan pengurangan sampah plastik masuk ke laut sebesar 70% di tahun 2025.

Menurut Bagong, penanganan sampah laut di Indonesia sebaiknya dimulai dari riset ilmiah dan terapan, kemudian dijadikan basis perumusan kebijakan, dan seterusnya aksi secara konkrit, komprehensif serta melibatkan semua pihak secara transparan dan demokratis. Semua penghasil sampah harus terlibat dan dilibatkan secara penuh, termasuk corporate.

Menurut Bagong, untuk menyempurnakan dan menginformasikan upaya pemerintah pusat dan daerah mengurangi polusi plastik di darat, sungai dan lautan, the Partnership to Prevent Plastic Pollution in Indonesian Environments and Societies (PISCES) menyelenggarakan program penelitian ilmiah interdisipliner yang komprehensif dan terkoordinasi dengan berbagai disiplin bidang ilmu meliputi: politik, lingkungan, ekonomi, teknik dan sosial untuk bersama-sama memahami dan mengatasi penyebab kegagalan dan tidak hanya mengatasi gejalanya.

Kemitraan PISCES menerapkan pendekatan sistem multidisiplin analitik untuk memahami mengapa polusi plastik terjadi, dan untuk menargetkan intervensi yang efektif.

"PISCES bekerja di seluruh Indonesia, di lokasi studi kasus, kami akan mengintegrasikan metode penelitian mutakhir dengan model dari secara alami, teknik, dan disiplin ilmu sosial untuk: 1) Menemukan dan mengisi kesenjangan dalam pemahaman saat ini tentang penyebab dan konsekuensi dari masalah polusi plastik. 2) Analisis biaya inaction dan manfaat dari intervensi yang ditargetkan. 3) Mengkatalisasi program intervensi lokal, regional, dan nasional," kata Bagong.

Menurut Bagong, APPI terlibat dalam Workshop yang diselenggarakan PISCES di Patra Bali Hotel and Resort, 19 Mei 2022. Berbagai stakeholders berpartisipasi sharing pendapat guna mencari solusi penanganan sampah laut di Indonesia, terutama Pulau Jawa dan Bali. APPI diundang oleh Prof. Professor Susan Jobling Director of the PISCES Partnership dan I Gede Hendrawan, Ph.D Director of the PISCES Partnership.

Lebih jauh Bagong mengatakan APPI mendorong agar komunitas sektor informal (pemulung, pelapak) persampahan di Indonesia terlibat aktif dalam program-program pengurangan sampah mulai dari daratan, sungai hingga laut. Mulai melakukan pengelolaan sampah yang baik, benar dan berwawasan lingkungan, serta bertanggungjawab terhadap kebersihan dan Kesehatan.

APPI, tambah dia, meminta supaya sektor informal yang terlihat dalam pengelolaan TPS/TPA liar di pinggir sungai, pinggir pantai agar mulai tertib dan menjaga kebersihan lingkungan. Stop tidak membuang sisa sampah ke DAS, badan sungai, pantai karena akan menambah beban pencemaran dan kerusakan laut.

"Untuk memperkuat posisi sektor informal dalam penanganan sampah laut, maka APPI meminta agar sektor informal dilibatkan dan diberi peran seluas-luasnya. Kemudian didampingi secara berkelanjutan dan diberikan dukungan sarana prasarana dan teknologi yang memadai," kata Bagong.

Keberhasilan aksi pengurangan sampah laut di Indonesia, APPI meminta pada pemerintah agar menjadi leading sector dan teladan. Karena pemerintah yang pegang kendali, regulasi, anggaran, dan yang punya wilayah. Jika pemerintah punya kemauan kuat dan sungguh-sungguh, rakyat dan berbagai pihak akan mengikutinya. Pemerintah harus mencari terobosan-teboran baru yang lunak dengan gaya merakyat agar lebih mudah dicerna dan dikuti rakyat.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top