Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Beban Kerja Berlebih pada Tenaga Kesehatan Bisa Tingkatkan Risiko Kesalahan Penanganan Pasien

Foto : ANTARA/HO-Kemenkes

Ilustrasi - Tenaga kesehatan.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Berdasarkan hasil penelitian mahasiswa Teknik Industri Universitas Airlangga, dapat disimpulkan beban kerja berlebih bisa terjadi pada penyedia layanan kesehatan karena kurangnya jumlah personel petugas kesehatan. Kelebihan beban kerja tersebut memiliki potensi mengakibatkan burnout bagi yang mengalaminya, ditandai dengan kesulitan berkonsentrasi, koordinasi, dan pengambilan keputusan.

Dampaknya, bisa meningkatkan risiko terjadinya medication error atau kesalahan dalam penanganan pasien. Kelebihan beban kerja yang terjadi juga dapat berpengaruh terhadap turunnya motivasi petugas.

Demikan kesimpulan penelitian lima mahasiswa Teknik Industri Universitas Airlangga yang diterima Koran Jakarta, Rabu (26/4). Para mahasiswa tersebut adalah Masarrah Relegia Kesuma, Nareswari Natha Udiyani, Muhammad Rais Rahman Hakim, Gilang Fadly Hassani, dan Ketut Prasadan Wiwardhana.

Dalam penelitian dengan judul "Evaluasi Medication Error Awareness Terhadap Kualitas Beban Kerja Petugas Kesehatan Akibat Burnout Syndrome di Perkotaan" ini Masarrah menjelaskan adanya peningkatan beban kerja yang terjadi secara terus-menerus, sejalan dengan penurunan kinerja kognitif petugas kesehatan. Hal ini kemudian berakibat dalam kurangnya kualitas dalam memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Dengan menggunakan data dari kuesioner kepada perawat pada departemen gawat darurat anak, ditemukan bahwa perlu adanya evaluasi terhadap kesadaran dalam sistem pelaporan medis mengenai kesalahan medis. Kesalahan medis ini terjadi karena hilangnya informasi klinis yang dibutuhkan akibat dari sistem pelaporan yang kurang optimal.

Para petugas yang tidak melapor dan kurang memliki kesadaran dalam pelaporan medis beralasan bahwa lingkungan mereka terlalu sibuk dan gagal melapor karena shift kerja dan sifat perawatan yang memakan waktu pelaporan. Solusi lain untuk mengurangi beban kerja berlebih adalah dengan menggunakan Human Reliability Analysis (HRA) Techniques.

Pada HRA ini, dilakukan analisis risiko kesalahan manusia dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Solusi ini dapat mendukung penyedia layanan kesehatan untuk memperdalam pemahaman dalam membangun social infrastructure yang berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan, dan kemampuan para petugas kesehatan dalam menghadapi situasi yang kompleks.

Menurut WHO, 90% negara yang memiliki penghasilan rendah mengalami kekurangan petugas kesehatan untuk penduduknya. Kurangnya petugas kesehatan menyebabkan beban kerja yang berlebihan sehingga berdampak negatif pada kualitas layanan kesehatan yang diberikan.

Kelebihan beban kerja juga dapat mengurangi motivasi dan kemampuan petugas kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang tepat atau sesuai sehingga dapat menyebabkan kesenjangan antara petugas kesehatan dengan apa yang mereka lakukan dalam praktiknya (Kovacs & Lagarde, 2022).

WHO juga memprediksi jika kekurangan tenaga kesehatan tidak ditangani sekarang, akan menjadi dampak serius, seperti kurangnya layanan kesehatan bagi miliaran orang di seluruh dunia, dan gangguan dalam perawatan dan pengobatan penyakit kronis (Kaya & ??ler Dalg?ç, 2022).

Pada tingkat beban kerja yang rendah, tambah dia, peningkatan jumlah pasien mungkin tidak mempengaruhi kualitas pelayanan karena petugas kesehatan memiliki kapasitas cadangan untuk melayani pasien baru tanpa harus mengurangi waktu yang diinvestasikan pada setiap konsultasi.

Menurut dia, peningkatan beban kerja dari tingkat yang sangat rendah masih dikategorikan menguntungkan karena petugas kesehatan menjadi lebih fokus. Akan tetapi, peningkatan beban kerja yang terjadi secara terus-menerus akan menghilangkan keuntungan tersebut karena dapat menurunkan kinerja kognitif petugas kesehatan (Daryanto dkk., 2022a).

Terkait soal burnout, ini merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan stres yang dialami oleh seorang individu dengan lingkungan kerjanya. Beberapa perilaku yang mungkin menandakan seseorang sedang mengalami burnout diantaranya kelelahan emosional dan rendahnya rasa motivasi diri.

Pekerjaan sebagai petugas kesehatan cenderung mengalami kelelahan yang lebih sering jika dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Tempat tinggal menjadi salah satu faktor eksternal yang berkontribusi secara signifikan terhadap kelelahan sehingga mempengaruhi penilaian klinis, kemampuan berkomunikasi, dan kualitas perawatan ke pasien.

Selain itu, petugas kesehatan yang mengalami burnout dapat mengakibatkan kesalahan medis yang lebih tinggi karena rasa lelah dapat mengurangi kehati-hatian dan menyebabkan kelalaian tindakan baik pada keselamatan pribadi maupun keselamatan pasien (Daryanto dkk., 2022b).

Kesalahan medis yang diakibatkan oleh burnout berdampak pada kualitas pengobatan pasien, termasuk meningkatkan risiko terjadinya medication error. Medication error adalah masalah yang terjadi akibat penggunaan obat yang tidak tepat dan membahayakan pasien saat pengobatan berada pada kendali perawatan kesehatan, pasien, atau konsumen (Damin Abukhalil dkk., 2022).

Kesalahan tersebut mungkin terkait dengan semua aspek penggunaan obat, termasuk administrasi, edukasi, peracikan, peresepan, hingga sistem. Masalah tersebut bisa terjadi saat petugas kesehatan mengalami kesulitan berkonsentrasi, koordinasi, dan pengambilan keputusan akibat burnout.

Dalam lingkungan kerja kesehatan, hal tersebut memengaruhi kesehatan pasien secara signifikan, seperti cedera fisik, kerusakan organ, hingga kematian. Selain itu, kesalahan dalam memberikan obat dapat menyebabkan kerugian finansial bagi pasien dan fasilitas kesehatan.

Penelitian ini menggunakan desain multicenter, yang berarti data dapat dikumpulkan dari beberapa pusat atau lokasi. Dengan dikumpulkannya data dari kuesioner yang disebarkan kepada perawat departemen gawat darurat anak, bertujuan mengumpulkan informasi tentang karakteristik demografis perawat, beban kerja, dan perencanaan tenaga kerja di daerah perkotaan selama pandemi Covid-19.

Analisis data dilakukan, tambah dia, dengan menggunakan perangkat lunak statistik, seperti SPSS. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik demografis perawat, beban kerja, dan perencanaan tenaga kerja.

Menurut data dari jurnal (Abukhalil dkk., 2022a), ketika responden ditanya tentang beberapa faktor yang akan menyebabkan kesalahan medis, penyebab paling umum yang mereka harapkan adalah hilangnya informasi klinis yang dibutuhkan (84,3%) diikuti oleh kurangnya pendidikan staf (79,9%) saat penyimpanan obat. Usia atau masalah persalinan diharapkan menjadi penyebab kesalahan medis yang paling sedikit (36,3%).

Untuk itu, tambah dia, perlunya evaluasi kesadaran pada kasus ini seperti sistem pelaporan medis mengenai kesalahan pengobatan, pencegahan, pelaporan, dan pemantauan kesalahan ini. Terkhususkan pada metode pelaporan, melaporkan kesalahan pengobatan merupakan kesempatan untuk mencegah kesalahan dan belajar dari kesalahan.

Pelaporan akan mengarah pada analisis akar penyebab kesalahan untuk menetapkan kebijakan dan protokol, meningkatkan kesadaran, memberikan pelatihan dan pendidikan.

Menurut jurnal (Abukhalil dkk., 2022b), sebagian besar peserta kuisioner (61,2%) melaporkan ketakutan akan konsekuensi hukum sebagai faktor yang signifikan untuk tidak melaporkan kesalahan pengobatan.

Sedangkan, lebih dari sepertiga penyedia layanan kesehatan (41,1%) menyimpulkan mereka tidak melapor karena lingkungan yang sibuk dan mereka terlalu sibuk. Selain itu gagal melapor karena shift kerja yang panjang dan sifat perawatan yang memakan waktu pelaporan.

Jumlah responden survei sebanyak 187 dengan 90,4% adalah perawat dan 42,8% bekerja dalam rotasi. Rentang umur responden adalah 21 - 50 tahun, dengan ditentukan sebanyak 62% perawat yang berpartisipasi berumur ≤ 30 tahun dan 87,2% adalah perempuan. Sebanyak 54,5% masih lajang dan 74,4% memiliki gelar sarjana.

Secara keseluruhan, tambah dia, 84% partisipan menekankan bahwa manpower planning atau perencanaan tenaga kerja perawat tidak memadai berdasarkan jumlah pasien dan 74,3% menekankan bahwa distribusi tenaga kerja perawat tidak adil atau tidak merata.

Para perawat yang memiliki ≤ 1 tahun pengalaman kerja di pediatric emergency departments merasakan beban kerja lebih besar dan perencanaan tenaga kerja kurang efektif dibandingkan partisipan lainnya.

Lebih jauh tim peneliti mengutip sebuah studi dilakukan di Senegal, sebuah negara lower middle-income di Afrika Barat. Dikarenakan adanya persepsi kekurangan pekerja kesehatan di low and middle-income countries (LMICs) yang berujung kepada beban kerja berlebih, sehingga memperburuk kualitas layanan kesehatan.

Meskipun begitu, data yang terkumpul dari sampel-sampel representatif seperti pos kesehatan dan pusat kesehatan yang menjadi titik paling umum untuk pelayanan utama menunjukkan kontra bahwa ternyata beban kerja penyedia layanan kesehatan adalah rendah di area-area studi dilakukan.

Menurut WHO tahun 2016, negara-negara low and middle-income countries tersebut memang mengalami kekurangan tenaga kerja kesehatan yang parah, tetapi data menunjukkan beban kerja yang rendah. Terdapat teknik lain yang dapat digunakan untuk menganalisis dampak human error pada suatu sistem yaitu dengan HRA Techniques.

Teknik tersebut mengacu pada rekayasa sistem dan metode ilmu kognitif dan perilaku untuk memahami dan mengevaluasi kontribusi manusia terhadap reliability dan safety dari sebuah sistem (Sujan dkk., 2020).

Penggunaan teknik ini untuk menganalisis proses perawatan kesehatan dan mengetahui kesalahan yang terjadi untuk meminimalisir risiko kesalahan medis. Diharapkan, pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan HRA sebagai metode analisisnya sebagai pembanding dengan penelitian yang telah dilakukan.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top