Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penegakan Hukum

Bawaslu Diminta Bersabar Tunggu Keputusan MA

Foto : istimewa

Syamsuddin Alimsyah

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA-Badan Pengawas Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum (Bawaslu dan KPU) diminta bersabar menunggu keputusan Mahkamah Agung (MA). Pasalnya, Peraturan KPU No 20 tahun 2018 sedang proses judicial review.

"Yang berwenang menilai adalah MA. Apalagi sekarang ini sudah ada yang melakukan judicial review ke MA, baiknya Bawaslu bersabar saja menunggu putusan MA. Selama belum dibatalkan MA maka PKPU ini berlaku. Dan Bawaslu harusnya mengawasi kinerja KPU berdasarkan peraturan yang ada," ujar Direktur Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, di Jakarta, Selasa (4/9).

Dalam PKPU itu, ungkapnya, KPU secara tegas melarang partai politik mengajukan caleg mantan napi koruptor. Bahkan, dalam formulir pendaftaran caleg khususnya turunan pasal 4, semua partai itu menandatangani berkas pakta integritas di atas materai.

"Di situ menyebutkan salah satu point partai menyatakan tidak akan mengajukan caleg bermasalah korupsi, narkoba dan kekerasan seks anak. Bila dalam verifikasi ditemukan maka siap sanksi administrasi yakni dinyatakan TMS atau tidak memenuhi syarat sehingga dicoret caleg," katanya.

Keputusan Bawaslu yang meloloskan sejumlah caleg mantan koruptor, dianggapnya sebuah kekeliruan. Menurutnya, publik menaruh harapan besar sama Bawaslu dan KPU agar satu suara dalam pemilu kali dengan memproteksi pemilu agar nantinya bisa memilih caleg yang benar benar clear dari rekam jejak secara moral.

"Tapi kenyataanya sikap Bawaslu berlawanan dengan harapan publik. Apa yang selama ini dijadikan argumentasi Bawaslu juga menurut saya lemah bahkan keliru dan cenderung melampaui batas kewenangan. Bawaslu telah melampaui batas kewenangannya memberi tafsir sekaligus kesimpulan yang melahirkan keputusan bahwa PKPU 20 tahun 2018 bertentangan UU," ungkapnya.

Dia mengungkapkan, sebanyak 41 anggota DPRD Malang yang menjadi tersangka suap dan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari jumlah 45 anggota DPRD yang ada. Bahkan, 22 diantarnya kini telah ditahan harus menjadi tsunami DPRD.

"Seharusnya ada dua yang ditunggu publik. Pertama, semua anggota yang terlibat langsung mundur dan diganti. Dan atau kedua, partai bersikap memecat mereka karena dipandang merusak citra partai lalu menggantikannya (PAW)," ungkapnya.

Hampir seluruh anggota dewannya terseret kasus, membuat masalah baru, terutama menyangkut pembangunan di Kota Malang. Tentu saja, saat ini sudah banyak agenda pemerintahan yang harus dibahas, terutama menyangkut APBD Perubahan 2018 maupun RAPBD 2019. Jika tidak, pembangunan Kota Malang terancam lumpuh. Kondisi ini harus segera diatasi dam Kemendagri diminta langsung turun tangan.

"Ini menandakan bahwa lembaga terhormat itu sekarang ini sudah gagal menjaga marwah sebagai lembaga penjaga nilai. Sebagai lembaga terhormat, DPR dan DPRD yang sejatinya dibentuk sebagai lembaga cek and balance, menjaga otoritarian eksekutif. Namun wibawa lembaga terhormat sekarang ini betul-betul runtuh," tegasnya.

Sebagaimana diamanatkan dalam UU Pemilu dan UU Parpol, ungkapnya, anggota DPR dan DPRD adalah mereka yang selama ini telah melalui fase pengkaderan di partai politik. Partai politiknya yang diberi amanah menjadi laboratorium satu-satunya yang bisa mencetak kader-kader politisi handal berkarakter dan tentu bermoral.

pin/p-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : Peri Irawan

Komentar

Komentar
()

Top