Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pemerintah

Batu Bara Saja Wajib DMO, Aneh dengan Kebijakan Minyak Goreng

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kebijakan pemerintah yang tidak memaksa produsen Crude Palm Oil (CPO) mematuhi Domestic Market Obligation (DMO) sungguh aneh mengingat minyak goreng sangat dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

"Kalau batu bara yang menghasilkan energi kotor saja wajib DMO, kenapa untuk minyak goreng kok tidak ada wajib DMO," kata Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, di Jakarta, Kamis (17/3).

Menurutnya, kewajiban mematuhi DMO merupakan satu-satunya cara mengatasi kelangkaan minyak goreng yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.

Dengan wajib memenuhi DMO, suplai akan melimpah maka otomatis harga turun dengan sendirinya tanpa perlu pemerintah melakukan interfensi.

Menurut Badiul, sangat ironis memang karena beberapa waktu lalu di tengah kelangkaan minyak goreng dalam negeri, pemerintah masih izinkan ekspor minyak goreng. "Kalau minyak goreng boleh diekspor, kenapa komoditas lain tidak boleh," kata Badiul.

Mestinya, sejak awal Satgas Pangan harus melakukan investigasi, untuk melihat kemungkinan adanya permainan mafia, sehingga bisa ditindak secara pidana. Sebab, apa pun kebijakan pemerintah, kalau tidak tegas menghadapi memberantas mafia pangan, tidak akan berpengaruh.

Kunci dari penyelesaian minyak goreng adalah ekspor CPO hanya boleh 50 persen, sehingga bahan baku dalam negeri banjir dan otomatis harga akan turun. Penimbun pun tidak bisa memainkan harga karena gudang untuk tempat menyimpan tidak mencukupi. Pelaksanaan Domestic Market Obligation (DMO), otomatis akan membasmi spekulator.

Akui Ada Mafia Pangan

Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi, dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR mengakui adanya mafia pangan yang turut memanfaatkan kesempatan dari kenaikan harga komoditas global untuk mencari keuntungan yang berakibat pada kelangkaan minyak goreng dalam negeri.

Lutfi menyampaikan permohonan maaf karena pihaknya belum mampu menangani permasalahan minyak goreng.

Ia menduga kelangkaan minyak goreng salah satunya disebabkan oleh mafia dan spekulan yang mengambil keuntungan, sehingga berbagai kebijakan yang telah ia buat pun tidak efektif.

"Dengan permohonan maaf Kementerian Perdagangan tidak dapat mengontrol karena ini sifat manusia yang rakus dan jahat. Namun saya ingin menekankan bahwa tidak ada saya menyerah kepada mafia-mafia, terutama mafia pangan," ucapnya dalam rapat kerja Komisi VI DPR, Kamis (17/3).

Mendag menduga ada pihak-pihak yang berusaha mengambil keuntungan dari kelangkaan minyak goreng yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. "Spekulasi kita, deduksi kami adalah, ini ada orang-orang yang mengambil kesempatan di dalam kesempitan," kata Lutfi.

Diekspor Tiga Perusahaan

Sementara itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menyebutkan bahwa tiga perusahaan diduga mengekspor minyak goreng kemasan dalam jumlah besar ke luar negeri. Kepala Seksi Penerangan Umum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam, dalam keterangannya mengatakan praktik dugaan mafia minyak goreng tersebut mengakibatkan terjadinya kelangkaan minyak goreng kemasan di Tanah Air.

Tiga perusahaan yang bekerja sama itu diduga telah mengekspor sekitar 7.247 karton minyak goreng ke luar negeri. Ekspor minyak goreng kemasan tertentu tersebut dilakukan secara bertahap sejak Juli 2021 sampai Januari 2022. "Ekspor menggunakan 32 kontainer ke berbagai negara, salah satunya ke Hong Kong," katanya.

Berdasarkan dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB) yang diperoleh Kejati DKI, perusahaan tersebut mengekspor 2.184 karton minyak goreng kemasan tertentu pada 22 Juli sampai 1 September 2021.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top