Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Banyak Korban Kekerasan Seksual Enggan Melapor. Ternyata Ini Alasannya

Foto : ANTARA/Laily Rahmawaty

Ketua Harian Kompolnas Irjen Pol (Pun) Benny Mamoto menyampaikan sambutan dalam acara Seminar bertajuk Peran Puslabfor Bareskrim Polri dalam Pembuktian kasus Kekerasan Seksual Perempuan dan Anak dengan Pendekatan Berbasis Ilmiah (scientific crime investigation) di Gedung Tribrata Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (24/2).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Penyelidikan dan penyidikan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak menghadapi beberapa kendala, salah satunya ialah keengganan korban untuk melapor kepada aparat kepolisian, kata perwakilan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Mabes Polri Kombes Pol. AryaPerdanadi Jakarta, Kamis (24/2).

Keengganan korban melapor ke polisi tersebut menyebabkan terjadi perbedaan, yakni jumlah kasus tinggi, tetapi laporan yang masuk ke polisi sedikit, kata Arya dalam seminar "Peran Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri dalam Pembuktian kasus Kekerasan Seksual Perempuan dan Anak dengan Pendekatan Berbasis Ilmiah" di Jakarta, Kamis (24/2).

"Ini membuat kami menjadi kesulitan, karena pada dasarnya begitu kami menerima laporan sepertikekerasan terhadap perempuan dan anak jumlahnya sangat tinggi, tapi laporan yang masuk ke kepolisian tidak terlalu banyak," kata Arya.

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), sejak 2019 hingga 2021 terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dimana 45 persen di antaranya merupakan kasus kekerasan seksualpada anakdan 11,3 persen terjadi pada perempuan.

Terkait kasus kekerasan pada anak, Aryamenyebutkan terjadi peningkatan, yakni di 2019 tercatat 11.057 kasus, di tahun 2020 sebanyak 11.279 kasus, dan hingga November 2021 mencapai 12.566 kasus.

Sementara itu, kasus kekerasan kepada perempuan tercatatsebanyak 8.800 kasus di 2019, lalu turunmenjadi 8.600 kasus di 2020, dannaik lagi menjadi 8.800 kasus di akhir 2021.

"Kasus-kasus yang ditangani oleh PPA Polri sebagian besar memang banyak mengalami kekurangan dalam penanganan. Sehingga, kekerasan fisik yang sering dialami perempuan dan anak terkadang dilaporkan bukan kepada kepolisian, tetapi kepada orang-orang terdekat, atau pemuka agama dan tokoh masyarakat," ungkapnya.

Menurut Arya,alasan korban enggan melapor ke polisikarena malu dengan peristiwa kekerasan seksual yang dialaminya. Hal itu menjadi kendala penyidik untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada korban.

"Ini juga yang mengakibatkan korban sangat malumelaporkan kepada kami, karena nanti tahu akan ditanya-tanya," tukasnya.

Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Indonesia Lidwina Inge Nurtjahyomenjelaskankerugian yang diderita korban kekerasan seksual antara lain trauma, luka fisik, hilang mata pencaharian, tidak berfungsinyaanggotatubuh atau mekanisme biologis tertentu, terganggunya kesehatan, kematiansecara sosial, rusak masa depan, kehilangan nyawa, hingga penderita juga dialami oleh keluarga.

Ingemengingatkan pentingnya peran PuslabforPolri untuk mengungkap kasus kejahatan kekerasan seksual.

"Kasus kekerasan seksual kebanyakan sulit mencari saksi, sehingga peran Puslabfor Polri sangat besar dalam menelusuri jejak kejahatan,"katanya.

Inge menambahkan kejadian berulang terkait peristiwa perkosaan atau pencabulan bukan berarti didasari rasa suka sama suka antara korban dan pelaku. Hal itu justru terjadi karena korban secara psikologis sudah merasa tidak ada jalan keluar lagi, jelasnya.

Turut mengikuti seminar tersebut ialah Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawatidan Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top