Bantuan Sosial Harus Difokuskan Biayai Kegiatan Produktif
Foto: Sumber: BPS – Litbang KJ/and - koran jakarta/onesJAKARTA - Penyaluran bantuan sosial (bansos) perlu difokuskan agar lebih mendorong masyarakat penerima menggunakannya untuk kegiatan produktif, bukan konsumtif. Fokus tersebut diperlukan agar manfaat dari bantuan bisa dirasakan oleh para penerima untuk waktu yang lebih lama.
Deputi bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Amalia Adininggar Widyasanti, di Jakarta, pekan lalu, berharap bansos yang disalurkan dapat mendorong masyarakat miskin maupun rentan miskin untuk bisa lebih produktif.
Salah satu dampak pemberian bansos, sebut Amalia, adalah tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia telah mencapai 0,8 persen per Maret 2024, sesuai dengan sasaran target pemerintah yakni 0-1 persen pada akhir tahun ini.
Sementara itu, tingkat kemiskinan di Indonesia per Maret lalu turun menjadi 9,03 persen. Meskipun begitu, dia menyatakan bahwa penurunan tingkat kemiskinan tersebut masih perlu dipercepat.
"Bappenas terus mengevaluasi program-program bansos yang ada dan proses perbaikan ke depan tentunya akan terus dilakukan," kata Amalia.
Selain bansos yang lebih produktif, Amalia mengatakan bahwa masyarakat juga membutuhkan lapangan kerja yang berkualitas agar dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja sehingga menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Pakar Sosiologi Universitas Airlangga, Bagong Suyanto, yang diminta pendapatnya, mengatakan sudah seharusnya bansos disalurkan dalam bentuk yang lebih produktif. Tanpa itu, bansos hanya menimbulkan kebergantungan dan sejumlah persoalan baru.
"Bansos dapat efektif dan produktif bergantung bagaimana distribusinya bisa rata dan transparan, ini menyangkut kepercayaan masyarakat," kata Bagong.
Program bansos, jelasnya, tidak banyak berdampak karena logika pemerintah membayangkan kalau masyarakat itu kondisi ekonominya nol, lalu diberi uang tunai misalnya 300 ribu rupiah, sehingga hasilnya akan surplus 300 ribu.
"Masalahnya, orang miskin ini banyak utangnya sehingga bisa-bisa malah minus. Makanya harus bersifat produktif, kalau diberikan hanya seksdar sebagai rasa kasihan dan berlebihan akan menimbulkan kebergantungan. Saat penyaluran dihentikan, mereka akan kehilangan, menyisakan ketidakberdayaan," katanya.
Bantuan harus diarahkan agar masyarakat melakukan diversifikasi usaha dan tidak berpatokan pada pekerjaan pokok. Orang miskin harus diajari dan didorong untuk memperkuat penyanggah ekonomi keluarga.
Bantuan Struktural
Pada kesempatan berbeda, peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan sebagian bansos dapat direformulasi menjadi bantuan struktural dalam bentuk share kepemilikan bagi rumah tangga miskin terhadap perusahan baru (lama) yang dikelola kolektif melalui pendampingan pemerintah dan perguruan tinggi.
"Dengan demikian, di akhir tahun, rumah tangga miskin mendapat dividen secara permanen seiring perkembangan perusahaan tersebut," katanya.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 4 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD
Berita Terkini
- Dapatkan Rekaman CCTV, TNI Telusuri Meninggalnya Purnawirawan Berpangkat Brigjen di Marunda
- KPK Periksa Ketua KPU, Kasus Apalagi
- Dorong Transformasi Digital di Internal, BPK luncurkan Artificial Intelligence for Data Analytics
- Pembunuh Aktor Laga Sandy Permana Ternyata “Tetangga Sebelah Rumah”
- Konte Gunakan McTominay untuk Bujuk Elejandro Garnacho Gabung Napoli