Nasional Luar Negeri Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona Genvoice Kupas Splash Wisata Perspektif Edisi Weekend Foto Video Infografis

Bahaya Kerjaan Profesi "Buzzer": Pelecehan, Kampanye Hitam, dan Pecah Belah Masyarakat dengan Dibantu Mesin Bot

Foto : Istimewa

Pendiri Drone Emprit sekaligus analis media sosial Ismail Fahmi.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pendiri Drone Emprit sekaligus analis media sosial Ismail Fahmi menyebut bahwa fenomena pendengung (buzzer) di Indonesia belakangan telah berubah menjadi profesi. Dan profesi baru ini memiliki bahaya yakni menghajar sasaran mereka lewat trolling (pelecehan), kampanye hitam, hingga mempolarisasi masyarakat.

Dalam forum Webinar bertajukFenomena Buzzer dan Akun Bot di Tengah Proses Demokratisasi Indonesia, Kamis (30/9) Fahmi membawakan data riset yang telah dilakukannya sejak 2014.

Jika umumnya buzzer digunakan oleh para aktor politik untuk memanipulasi atau mempersuasi masyarakat awam, kini fenomena buzzer menurut Fahmi muncul dalam berbagai isu di luar politik.

"Sekarang tiap bahas pinjol (pinjaman online), itu ada buzzer-nya," kata Fahmi memberi contoh dikutip dari rilis PP Muhammadiyah, Jumat (1/10).

Para buzzer sendiri menurut Fahmi sebagian besar adalah otomatisasi dari algoritma komputer. Tetapi, mereka juga memiliki tokoh-tokoh utama yang tampil sebagai influencer atau pengangkut opini yang kemudian disebar oleh akun bot secara terkoordinir.

Bahaya buzzer selain memanipulasi nilai kebenaran menjadi sesuatu yang subjektif, bagi Fahmi adalah pola yang digunakan untuk menghajar sasaran mereka lewat trolling (pelecehan), kampanye hitam, hingga mempolarisasi masyarakat.

Dalam konteks politik di Indonesia, jasa buzzer menurut Fahmi telah digunakan oleh setiap pihak politik. Kedua-duanya menggunakan cara yang sama berbahayanya bagi kesehatan demokrasi.

"Kesimpulannya, ada upaya disinforrmasi yang itu sudah diindustrialisasikan dan semakin lama semakin profesional," ungkap Fahmi.

Terakhir, Fahmi berharap pemerintah meningkatkan perangkat hukum yang memadai untuk menangkal fenomena buzzer. UU ITE hingga metode internet throttling (pembatasan akses) menurutnya belum sepenuhnya efektif.

Kepada masyarakat, Fahmi menyarankan agar usaha literasi diperkuat, baik melalui peningkatan riset,multi fact checking, ekspos kepada publik, hingga edukasi sebagai bentuk mementahkan fitnah yang diakibatkan.

"Ini masalah internasional dan (buzzer) sudah jadi industri dengan cara yang makin efektif," tuturnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top