Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ayah Saya Ikut Bertempur dalam Serangan Oemoem 1 Maret 1949

Foto : Koran Jakarta / agus supriyatna

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berziarah ke makam ayahandanya, Bambang Soebandiono, di pemakaman umum Randusari, Semarang Selatan, Jawa Tengah, beberapa hari lalu.

A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta-Saat ikut kunjungan kerjanya ke Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Koran Jakarta sempat diajak Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, nyekar ke sebuah pemakaman umum. Ternyata itu makam kedua orang tuanya. Makam Bambang Seobandiono dan Toeti Slemoon, ayah ibunya. Tentang sang ayah, Tjahjo punya cerita tersendiri. Ia selalu merasa bangga dengan sang ayah. Di mata dia, sang ayah adalah orang berani. Punya prinsip. Beberapa waktu yang lalu, Tjahjo sempat bercerita panjang lebar tentang jejak kisah ayah dan ibunya. Terutama jejak riwayat ayahnya, Bambang Soebandiono yang wafat pada tahun 1986. "Almarhum ayah dan ibu saya, keduanya pernah jadi anggota DPR.

Ayah anggota DPR sejak DPR-GR. Dia jadi anggota 5 periode," katanya. Kemudian Tjahjo pun berkisah tentang sang ayah. Kata dia, ayahnya adalah seorang veteran pejuang. Ayahnya Bambang Soebandiono pernah aktif sebagai tentara. Bahkan sempat jadi perwira staf Intel di Semarang. Saat Republik Indonesia masih berusia jabang bayi, bersama pejuang lainnya, ayahnya ikut berjibaku bertempur melawan tentara Belanda yang coba kembali mengangkangi republik. Ada sebuah cerita yang dikisahkan ayahnya pada dia. Sang ayah, ternyata ikut andil dalam peristiwa sejarah Serangan Oemoem 1 Maret 1949 di Yogyakarta. "Ayah saya ikut di serangan umum Yogya," kata Tjahjo.

Serangan Oemoem 1 Maret 1949 itu sendiri merupakan peristiwa penting dalam sejarah republik. Kala itu, Yogyakarta yang dijadikan ibukota negara, diduduki Belanda lewat aksi agresi militernya yang dikenal dengan agresi militer Belanda jilid II. Untuk menyadarkan dunia internasional bahwa republik masih eksis, digagaslah serangan terhadap ibukota negara yang diduduki Belanda. Dalam tempo 6 jam, Yogyakarta dikuasai oleh tentara republik. Peristiwa itu kemudian membuka mata dunia internasional, bahwa Indonesia masih eksis sebagai sebuah negara. Selama ini Belanda selalu mengumbar, bahwa tak ada tentara Indonesia, yang ada hanya para ekstrimis.

Kata Tjahjo, tak hanya dalam peristiwa serangan umum 1 Maret 1949, ayahnya ikut andil. Pada palagan lainnya, seperti pertempuran lima hari di kota Semarang, ayahnya ikut angkat senjata, menyabung nyawa untuk republik. Menurut Tjahjo, ayahnya pernah jadi anggota di kesatuan tentara yang dipimping almarhum Soepardjo Rustam, mantan Gubernur Jawa Tengah dan Menteri Dalam Negeri. Soepardjo sendiri saat perang kemerdekaan tak lain adalah salah satu ajudan Panglima Besar Jenderal Soedirman. Karena itu pula, ia kemudian dekat dengan Soepardjo Rustam. Bahkan menganggap Soepardjo Rustam sebagai ayah angkatnya.

"Ayah saya, dulu anak buah Pak Pardjo, karena ayah saya dulu anggota Whrkreise (Kompi Angakatan Darat-red)," ujarnya. Atasan lain dari ayahnya adalah Jenderal Widodo yang pernah jadi Kasad, Pangkokwilhan dan Pangdam Diponegoro. Bahkan, sejak zaman perjuangannya, ayahnya bersahabat dekat dengan Jenderal Widodo. Tidak hanya itu lewat jalur Jenderal Widodo pula, ayahnya bisa merintis karir di dunia politik, hingga menjadi anggota DPR lima periode. "Ayah saya ikut dan mulai serangan umum Jogya, saat jadi anak buah Jenderal Widodo dan wakil komandannya menurut infonya adalah Vence Sumual yang kemudian ikut Permesta.
Halaman Selanjutnya....

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top