Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebutuhan Energi

Australia Akan Ekspor Listrik Tenaga Surya ke Singapura

Foto : ANTARA/AHMAD SUBAIDI

BANGUN PLTS SECARA MASIF I Foto udara kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, beberapa waktu lalu. Pemerintah sudah harus mulai mengembangkan PLTS secara masif mengingat Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan sinar matahari yang melimpah ruah sepanjang tahun. Jika terlambat, Indonesia bisa menjadi negara yang bergantung dari listrik impor.

A   A   A   Pengaturan Font

SINGAPURA - Jauh di pedalaman gurun Australia, ladang tenaga surya terbesar di dunia sedang dibangun. Targetnya ambisius. Sebagian besar daya yang dihasilkan akan diekspor langsung sejauh 3.800 kilometer ke Singapura, melalui kabel bawah laut bertegangan tinggi yang membentang di dasar laut.

Proyek ladang sel surya itu, diperkirakan menelan biaya 20 miliar dollar Australia atau sekitar 13,7 miliar dollar AS. Proyek itu memiliki susunan panel surya 10 gigawatt yang tersebar pada lahan seluas 15.000 hektare, dengan dukungan fasilitas penyimpanan daya sebesar 22 Gigawatt hour (GWh). Sun Cable, perusahaan Singapura di belakang proyek tersebut, berharap dapat memproduksi hingga 20 persen dari kebutuhan energi negara itu.

"Kami akan mengangkat salah satu cadangan radiasi surya terbesar di dunia dan menyalurkannya melalui kabel bawah laut sepanjang 3.800 kilometer," ujar CEO Sun Cable, David Griffin.

Selama ini, sekitar 95 persen listrik Singapura dihasilkan dari gas alam, dengan sebagian besar berasal dari gas alam cair impor (LNG). Para pemimpin Singapura mengatakan negara itu akan meningkatkan penggunaan energi matahari.

Rincian yang lebih jelas tentang pihak mana yang akan membeli daya di Singapura belum dikonfirmasi, tetapi iSwitch, salah satu pengecer listrik teratas Singapura dan pengecer energi bersih terbesar di negara itu, telah menunjukkan minat yang besar.

Chief Commercial Officer iSwitch, Andrew Koscharsky, mengatakan selera Singapura terhadap energi bersih ini semakin meningkat dan bahwa rencana tersebut merupakan jalan keluar bagi semua orang.

"Jika Anda mengatakan kepada saya setahun yang lalu bahwa Singapura akan memasang 350 megawatt tenaga surya pada tahun 2020, saya akan berpikir tidak mungkin di dunia, tetapi di sinilah kita sekarang. Sudah tercapai. Target berikutnya adalah 2.000 megawatt pada tahun 2030. Ini sangat ambisius, tetapi proyek-proyek seperti Sun Cable akan membantu kami sampai di sana," tambah Koscharsky.

Koscharsky mengatakan berbagai perusahaan akan tertarik untuk membeli listrik netral karbon dengan sertifikat sewa dan energi terbarukan.

Energi Terbarukan

Proyek tersebut bukan yang pertama di Northern Territory (NT), Australia. Sebelumnya, Andrew Dickson meluncurkan proyek Asian Renewable Energy Hub. Dickson memanfaatkan angin dan panas di wilayah Pilbara untuk menghasilkan energi terbarukan hingga 15 GW. Produksi tersebut rencananya digunakan untuk menghidupi industri lokal.

"Setahu kami, proyek ini bakal menjadi pembangkit listrik hybrid (angin dan surya) terbesar di dunia," ungkapnya.

Sampai saat ini, proyek di Pilbara masih masuk tahap awal. Mereka memprediksi baru bisa mulai beroperasi satu dekade ke depan. Namun, hal itu pun sudah membuat para pemerhati lingkungan dan akademisi girang. Ross Garnaut, profesor bidang ekonomi di University of Melbourne, mengatakan bahwa transformasi energi di Australia sudah searah dengan kesepakatan Paris tentang emisi gas buang.

Menanggapi rencana tersebut, Ekonom Universitas Surakarta, R Agus Trihatmoko, mengatakan kalau Australia akan membangun ladang tenaga surya, maka suatu saat Indonesia bisa ikut mengimpor, karena biayanya lebih efisien.

"Indonesia bisa impor juga kalau terlambat mengembangkannya, apalagi kalau harganya lebih murah. Kalau itu dilakukan maka otomatis akan menggerus devisa," kata Agus.

Dari sisi teknologi, eksplorasi energi terbarukan sebenarnya bukan hal baru, namun Indonesia selalu dimanjakan oleh energi yang hampir punah. "Investasi lebih digunakan untuk eksplorasi energi fosil ketimbang energi baru terbarukan," katanya. n SCMP/SB/yni/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Yuni Rahmi

Komentar

Komentar
()

Top