![Audrey, Setop Budaya Kekerasan](https://koran-jakarta.com/images/article/phpubkywh_resized.jpg)
Audrey, Setop Budaya Kekerasan
![Audrey, Setop Budaya Kekerasan](https://koran-jakarta.com/images/article/phpubkywh_resized.jpg)
Selain guru, pengelola media, khususnya televisi adalah pihak yang juga harus ikut bertanggung jawab atas semakin merajalelanya kekerasan di kalangan anak-anak. Tidak ada yang bisa membantah bahwa stasiun-stasiun televisi sarat tayangantayangan kekerasan.
Yang menimpa Audrey menambah panjang kasus kekerasan yang melibatkan anak-anak. Sebelumnya, di Jakarta Pusat, sempat pula terjadi kasus seorang siswa SMP Thamrin City, Tanah Abang, dianiaya sejumlah siswa. Yang lebih tragis, di Jakarta Timur, seorang siswa kelas V SD akhirnya tewas setelah dikeroyok teman-teman sekelas.
Berdasar catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), laporan terkait kekerasan anak terus meningkat. Menurut KPAI, jumlah anak yang menjadi korban kekerasan pada tahun 2018 lalu mencapai 766. Angka ini naik dari tahun sebelumnya berjumlah 552. Dari jumlah tersebut, ada 107 anak yang harus berhadapan dengan hukum sebagai pelaku kekerasan fisik berupa penganiayaan, pengeroyokan, dan perkelahian.
Tentu, ini membuat prihatin. Anak-anak kini malah menjadi pelaku utama kekerasan yang memang bisa dilakukan siapa saja. Namun, kekerasan yang dilakukan anak-anak yang merupakan calon penerus bangsa, tentu sangat mencemaskan. Akan seperti apa jadinya bangsa ini apabila generasi penerusnya akrab dengan kekerasan. Budaya kekerasan semestinya dijauhkan dari anak-anak. Kekerasan, sekecil apa pun, akan berdampak psikologis dan kemungkinan besar bakal ikut memengarungi sikap dan perilaku hingga mereka dewasa.
Pihak yang paling bertanggung jawab yang menyebabkan anak-anak semakin akrab dengan budaya kekerasan adalah orangtua, guru, dan pengelola media. Tidak bisa dimungkiri, hingga sekarang masih banyak guru secara sadar atau tidak menanamkan benih-benih kekerasan kepada anak-anak. Hal itu antara lain berupa kekerasan verbal dan fisik. Tidak sedikit guru masih suka mengumbar bentakan, makian, atau hardikan kepada siswa-siswa.
Tidak sedikit juga guru yang masih memilih untuk memberi hukuman fisik dengan dalih menegakkan disiplin serta aturan sekolah. Padahal, di sejumlah negara, hukuman fisik telah lama dihilangkan dari sekolah. Para guru dilarang sama sekali memberikan hukuman fisik, apa pun alasannya, kepada para siswanya. Karena, bagaimanapun, tugas sekolah dan para guru bukan untuk menghukum anak, tetapi justru untuk mendidik. Mendidik tidak harus dengan hukuman.
Halaman Selanjutnya....
Komentar
()Muat lainnya