Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Hasil Audit BPK I Manajemen Keberlangsungan Tugas BI Belum Memadai

Aturan Penentuan Harga Acuan Nilai Wajar SBN oleh BI Bermasalah

Foto : ISTIMEWA

DANIEL LUMBAN TOBING Anggota II BPK - BPK menemukan masalah perihal pelaksanaan manajemen keberlangsungan tugas BI yang belum memadai. Hal itu meningkatkan risiko operasional atas keberlangsungan tugas kritikal BI dan risiko ancaman gangguan data center dan disaster recovery center.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan permasalahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) tahun 2023 terkait pengaturan penentuan harga acuan nilai wajar Surat Berharga Negara (SBN). Selain itu, juga ditemukan permasalahan mengenai penyelenggaraan operasional Bank Indonesia-Fast Payment (BI-FAST) yang belum memadai.

Anggota II BPK, Daniel Lumban Tobing, saat menyerahkan LHP atas LKTBI tahun 2023 kepada Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, seperti dikutip Antara dari keterangan resmi, di Jakarta, Minggu (16/6), mengatakan BPK menemukan masalah perihal pelaksanaan manajemen keberlangsungan tugas BI yang belum memadai. Hal itu meningkatkan risiko operasional atas keberlangsungan tugas kritikal BI dan risiko ancaman gangguan data center dan disaster recovery center.

"Hal tersebut mengakibatkan terdapat potensi informasi bias atas nilai aset SBN yang tersaji dalam laporan keuangan BI, dan menimbulkan risiko kegagalan dalam memberikan pelayanan terbaik BI-FAST kepada masyarakat," kata Daniel.

BPK, kata Daniel, merekomendasikan kepada Gubernur BI agar menyempurnakan rancangan disaster recovery plan (DRP) dan mengimplementasikannya dalam pelaksanaan manajemen tugas Bank Indonesia.

Selain melakukan pemeriksaan, BPK turut memantau penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan yang termuat dalam LHP BPK guna mengoptimalkan kualitas pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Selama periode pemeriksaan sampai dengan 2023, BPK menyampaikan sebanyak 521 rekomendasi hasil pemeriksaan pada BI yang menunjukkan 410 rekomendasi atau 78,69 persen telah selesai ditindaklanjuti, 106 rekomendasi atau 20,35 persen persen masih dalam proses tindak lanjut, dan lima rekomendasi atau 0,96 persen tak dapat ditindaklanjuti dengan alasan yang sah.

Kepercayaan Publik

Menanggapi hasil pemeriksaan BPK itu, pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan BI adalah otoritas yang dituntut menjalankan tugasnya dengan penuh kehati-hatian (prudent) karena integritas dan kredibilitas sebagai harga yang tak bisa ditawar bagi kepercayaan publik. Temuan terbaru dari BPK menunjukkan beberapa permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian serius.

"Ini adalah masalah yang sangat mendasar karena transparansi dan akurasi laporan keuangan merupakan pilar utama dalam menjaga kepercayaan publik dan stabilitas sistem keuangan," kata Aditya.

Selain itu, BPK juga menemukan penyelenggaraan operasional BI-FAST yang belum memadai. BI-FAST, sebagai sistem pembayaran cepat yang diandalkan masyarakat, seharusnya beroperasi dengan efisiensi tinggi. Kelemahan operasional ini, menurut Aditya, meningkatkan risiko kegagalan dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, yang pada akhirnya dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem pembayaran nasional.

Soal manajemen keberlangsungan tugas BI yang belum memadai, dia mengatakan implikasi dari temuan tersebut sangat signifikan. Otoritas moneter itu harus segera meningkatkan transparansi dan akurasi dalam laporan keuangannya untuk memastikan bahwa nilai aset yang dilaporkan adalah akurat dan transparan. "Langkah ini penting untuk mempertahankan kepercayaan publik dan stabilitas finansial," papar Aditya.

Sementara mengenai keandalan sistem pembayaran BI-FAST yang belum memberikan pelayanan optimal dinilai akan menurunkan kepercayaan masyarakat.

Terpisah, peneliti ekonomi Celios, Nailul Huda, mengatakan BI harus aware terhadap temuan BPK terutama BI-Fast ini, karena frekuensi transaksinya naik sangat tajam. "Hal itu berarti jadi andalan masyarakat untuk transaksi kirim uang, sehingga keamanan transaksi sudah sewajarnya menjadi prioritas BI. Apalagi, BI merencanakan akan menerapkan rupiah digital.

Wakil Rektor Tiga, Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengatakan BPK harus menindaklanjuti temuan tersebut dengan meminta penjelasan dari pimpinan instansi terkait.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi, mengatakan penentuan harga acuan nilai wajar SBN harus ditindaklanjuti karena merupakan instrumen untuk membantu pembiayaan APBN melalui investasi. "Jangan sampai ini bagian dari tidak optimalnya investasi di Indonesia," tegas Badiul.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top