Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekstensifikasi Perpajakan - Potensi Nilai Transaksi “E-Commerce” pada 2020 Capai Rp1.200 Triliun

Aturan Pajak "E-Commerce" Moderat

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah membidik potensi penerimaan pajak dari perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce yang prospek ke depan memiliki nilai transaksi besar. Meski demikian, aturan perpajakan bagi pelaku usaha e-commerce direspons positif oleh sejumlah pihak karena dinilai cukup moderat.

Potensi bisnis melalui transaksi e-commerce ke depan diperkirakan cukup besar. Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) memperkirakan pada 2020 nilai transaksi e-commerce di Indonesia ditaksir mencapai 1.200 triliun.

Bahkan, tren nilai transaksi e-commerce terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan transaksi e-commerce pada 2016 mencapai 440 triliun rupiah, naik signifikan dibanding 2013 yang hanya 112 triliun rupiah.

Besarnya nilai transaksi e-commerce tersebut menjadi potensi penerimaan pajak bagi negara ke depan. Karenanya, pemerintah menerbitkan aturan perpajakan e-commerce yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/ PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Kebijakan yang akan diimplementasi pada 1 April mendatang itu dimaksudkan untuk meningkatkan kepastian dan keadilan bagi pelaku usaha.

"Secara substansi cukup moderat karena lebih fokus pada pengaturan hak dan kewajiban yang bersifat umum, dan menekankan registrasi sebagai wajib pajak bagi para pedagang. Tidak ada jenis pajak baru, sehingga kewajiban yang ada terkait PPh, PPh Final PP 23, dan PPN bagi yang memenuhi syarat," ujar pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, di Jakarta, Senin (14/1).

Yustinus mengapresiasi penerbitan PMK tersebut karena sudah cukup lama ditunggu untuk memberi kepastian bagi para pelaku usaha dan fiskus di lapangan. Menurut Direktur Eksekutif CITA itu, kunci keberhasilan PMK ini salah satunya ada pada pemilik platform, yang akan menjadi tulang punggung pemastian pedagang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebelum mendaftar di sebuah platform.

"Untuk itu sosialisasi, koordinasi, dan pengawasan harus betul-betul bagus," ujar Yustinus.

Pasal 3 Ayat 3 dan 5 PMK 210, mewajibkan pemilik platform menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) meski termasuk pengusaha kecil. Hal itu, lanjut Yustinus, sebenarnya tidak sesuai dengan ketentuan di UU PPN, meski dapat dipahami pewajiban ini dimaksudkan untuk memastikan potret potensi pajak terlaksana dengan lebih baik.

Dia menuturkan kewajiban pemilik platform menyerahkan laporan rekapitulasi transaksi pedagang juga akan menambah beban administrasi. Maka jika biaya administrasi tinggi, sebaiknya ada kompensasi atau fasilitas yang memudahkan pelaporan tersebut.

Target Berikutnya

Pekerjaan rumah berikutnya adalah pengaturan pengguna digital seperti Selebgram atau YouTubers yang sifatnya self-entrepreneurship dan kewajibannya dilaksanakan secara self assessment, karena pemilik platform belum dapat ditetapkan sebagai subjek pajak dalam negeri.

Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama, menyatakan, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018, pemerintah tidak menetapkan jenis atau tarif pajak baru bagi pelaku e-commerce. Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top