Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tata Niaga Pangan I Laporan BPK soal Malaadministrasi Impor Pangan Harus Ditindaklanjuti

Aturan Impor Untungkan Importir

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kesalahan pengelolaan impor pangan bisa menimbulkan efek berganda di sektor pertanian, termasuk merusak tata niaga pangan nasional dan menurunkan kesejahteraan petani.

JAKARTA - Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kesalahan dalam pengurusan tata niaga impor pangan di Kementerian Perdagangan (Kemendag) memperkuat anggapan adanya upaya sistemik memiskinkan petani. Temuan itu mengindikasikan bahwa aturan impor dalam jumlah besar lebih menguntungkan importir.

Peneliti Ekonomi dari Institute Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, menegaskan malaadministrasi impor pangan menimbulkan efek berganda di sektor pertanian. "Hal ini tidak saja merusak tata niaga pangan nasional, tapi juga menurunkan kesejahteraan petani," tegasnya di Jakarta, Rabu (4/4).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2018, upah riil buruh tani yaitu upah yang dikurangi dengan inflasi, tercatat sebesar 37.486 rupiah per hari. Angka ini anjlok tiga persen dibandingkan posisi sama pada 2015 sebesar 38.605 rupiah per hari.

"Tentunya ini menjadi masalah. Sebab, kalau produksi pangan dalam negeri dihargai murah maka jumlah produsen pangan (petani) akan semakin menyusut," kata Bhima.

Menurut Bhima, impor yang ugal-ugalan juga membuat ketahanan pangan rentan. Apa yang terjadi jika stok daging sapi impor berkurang, sementara produksi dalam negeri tak cukup. Ini mengancam kelangsungan ekonomi masyarakat.

Kerentanan kondisi ketahanan pangan RI bisa dilihat pada peringkat Indonesia dalam Global Food Security Index 2017 ada di peringkat 69 dari 113 Negara. Kondisi ini dinilai memalukan mengingat RI negara dengan sumber daya alam berlimpah, tetapi tidak sanggup memenuhi kebutuhan pangan dalam negerinya.

Kembali ke temuan BKP, bagi Bhima ditabraknya aneka peraturan impor sudah sangat keterlaluan. "Harusnya laporan BPK tadi bisa ditindaklanjuti kalau perlu menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika terindikasi ada kerugian skala besar bagi ekonomi nasional," ungkapnya.

Seperti diketahui, BPK mengungkapkan sejumlah temuan hasil pemeriksaan pengelolaan tata niaga impor pangan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2017, ada sembilan temuan pemeriksaan terhadap pengelolaan tata niaga impor pangan pada tahun anggaran 2015-semester I-2017.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai Sistem Pengendalian Internal (SPI) serta kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atas pelaksanaan rapat terbatas, penetapan alokasi impor, penerbitan perizinan impor, pelaporan realisasi impor serta monitoring dan evaluasi impor untuk komoditas pangan berupa gula, beras, sapi, dan daging sapi, kedelai serta garam.

Dari temuan tersebut, BPK memberikan rekomendasi kepada Kemendag agar mengembangkan Portal Inatrade dan mengintegrasikan dengan portal milik instansi/ entitas lain yang menyediakan data dokumentasi hasil koordinasi dan data rekomendasi.

Beberapa poin utama temuan BPK tersebut ialah izin impor beras sebanyak 70.195 ton tidak memenuhi dokumen persyaratan, melampaui batas berlaku dan bernomor ganda. Lalu, impor beras kukus sebanyak 200 ton tidak memiliki rekomendasi dari Kementan.

Dominasi Pasar

Penasihat ahli IHCS (indonesian human rights committee for social justice), Gunawan menambahkan temuan BPK ini mirip temuan ombudsman terkait impor beras. Ini menunjukkan lemahnya mengupayakan koordinasi mencerminkan ketidakpastian cara memperhitungkan cadangan pangan

"Pengabaian koordinasi nasional mencerminkan impor bahan pangan lebih melayani kepentingan pasar bebas internasional," tutupnya.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top